Cerita Sex Wanita Yang Cantik Seperti Bidadari Part 2 – Tuuttt.. tutt… ti…Handphone Sandra berbunyi. Ia melihat avatar Alfi tampil dilayar. Duh! Kangennya ia pada anak itu. Saat ini Alfi pasti sedang asyik bersama Niken. Sandra menduga demikian karena itu sudah menjadi kebiasaan Alfi selama ini. Sebenarnya satu minggu ini adalah jatah Alfi buat Sandra sendiri. Namun karena saat ini ia pergi ke kota G jadi Alfi bebas kemanapun ia ingin pergi.
“Apa kabar kamu hari ini, sayang?” Tanya Sandra mengawali percakapan.
“Baik kak, Kakak sendiri bagaimana?”
“Juga baik sayang. Eng..lagi ngapain kamu Fi?”
“Alfi baru pulang dari sekolah. masih di rumah menunggu kak Nadine pulang kerja”
“Lho tadinya kakak pikir kamu pergi ke rumah kak Niken-mu, Fi”
“Ngga kak,. Alfi pingin dulu ngabisin waktu beberapa minggu ini sama kak Nadine. Lagian Alfi kangen banget sama kak Nadine”
Cerita Sex “Kok, tumben?”
Ini aneh? Pikir Sandra. Tak biasanya Alfi mengambil keputusan seperti itu. Ia selalu lebih memilih untuk meniduri Niken bila sudah dihadapkan pilihan antara Niken atau para wanitanya yang lain.
“Iya kak. Soalnya Alfi merasa bersalah sama kak Nadine dan kak Dian. Alfi berlaku tidak adil pada mereka selama ini. Terutama kak Nadine. Sudah banyak pengorbanan yang ia lakukan sejak dia Alfi nodai. Ia harus rela menjadi istri kedua kak Didiet karena hamil oleh Alfi.”
“Aduhh sayangg. Ada apa kamu mendadak berpikiran seperti itu?”
“Setelah peristiwa Paijo dulu Alfi jadi sadar betapa Alfi mencintai kakak. Dan Alfi tak ingin hal serupa terjadi pada kak Nadine dan kak Dian sebab Alfi juga sangat sayang sama mereka.”
“Lho kan si Paijo sudah tak ada lagi jadi kenapa kamu begitu kuatir?”
“Alfi tahu itu. Tapi di hati kecil Alfi tetap merasa jika sesuatu telah terjadi”
“Kakak tak mengerti maksudmu, Fi”
“Alfi takut ada orang lain ….” Ujar Alfi ragu meneruskan kata-katanya
“Kamu mengira kak Nadine-mu telah berselingkuh, Fi?” Tanya Sandra kuatir jika Alfi mengendus perselingkuhan Nadine dan Paijo. Siapa tahu Paijo tanpa sengaja meninggalkan bekas cupangan di tubuh Nadine.
“Alfi tidak menuduh kak. Alfi hanya kuatir saja kok kak. Tetapi seandainya itu memang terjadi, Alfi tak akan menyalahkan kak Nadine karena itu memang kesalahan Alfi sendiri.”
“Syukurlah kalau kamu sadar kalau permasalahan yang timbul akhir-akhir ini akibat perbuatanmu sendiri dan hal itu telah menyusahkan kami semua” Ujar Sandra lega. Setidaknya peristiwa dulu bisa membuat Alfi mengintropeksi dirinya. Meski demikian Sandra beranggapan Alfi tetap tidak perlu tahu mengetahui hubungan Nadine dan Paijo selama di kota G sebab ia masih ragu jika Alfi memang sudah bisa menerima hal itu.
“Iya kak. Karena itu Alfi di menanti mereka sini buat menebus kesalahan Alfi pada mereka berdua”
“Ya sudah. Eh Fii, kamu kangen ngga sama kakak? Kakak pinginn bangett kamu gituinn” rengek Sandra. Mereka memang masih harus menahan diri setidaknya selama satu bulan lagi buat bercinta secara penuh menunggu hingga usia kandungan Sandra benar-benar sudah cukup kuat.
“Alfi juga kangen banget sama kakak. Kasihan kakak. Tapi Alfi juga binggung dan sedih karena ngga bisa nolong kakak.”
“Eh.. KAK!” tiba-tiba Alfi berteriak kegirangan.
“Iya ada apa Fi?’
“Kenapa kita ngga minta sama kak Didiet aja yang ngegituin kakak. punya kak Didiet kan pendek jadi ngga bakalan ngebentur rahim kakak”
“Iya juga sih! Tapi kakak ngga mau!.”
“Lho kenapa kak?”
“Habisnya ngga enak! Enaknya sama titit kamu”
“Paling tidak saat ini kakak ngga terlalu menderita seperti sekarang”
“Pokoknya kakak ngga mau. masalahnya kak Didiet-mu selalu saja ‘dapet’ duluan jadinya sama saja dengan ngga di apa-apain”
“Duh bagaimana ya? Seandainya saja si Paijo ada di sini…” keluh Alfi dalam kebinggungannya.
“Paijoo? Sayangg, Kamu bicara apaaa?!!”
“Iya kak, kalau saja saat ini ada si Paijo. Pasti kesulitan kita bakal teratasi”
“Kenapa kamu bicara seperti itu? Kakak ngga mau lagi berhubungan dengan dia. Kakak kapok! Kakak ngga mau lagi kehilangan kamu.”
“Paling tidak ia bisa memenuhi kebutuhan kakak. Dan aman buat kakak bercinta sama dia karena tititnya ngga bisa membentur rahim kakak Apalagi dia itu punya titit yang enak banget kan kak?..”
“Aaa Alfi! Kamu tega banget ngegoda kakak. Kakak kan jadi tambah basah!”
“Bukannya kamu bilang kamu tidak suka sama paijo. Emang kamu ngga cemburu Fi. Kalau aku di gituin lagi sama Paijo?hi hi”
“Cemburu sih iya. Tapi Alfi ngga kuatir seperti tempo hari sebab Alfi tahu cinta kakak hanya buat Alfi seorang. Yang penting sekarang buat Alfi adalah kebutuhan buat kakak dulu. Alfi rela melakukan apapun demi kakak agar kakak bahagia.”
“Bener nihh kamu ngga cemburu?. Kakak bisa saja mencari seseorang di sini yang mirip Paijo. Engg… terus kakak selingkuh sama orang itu”
“Ngga papa Kak. Alfi rela. Jika perlu Alfi bisa minta sama kak Didiet buat membawa Paijo datang kesitu buat nemani kakak selama di sana..”
“Sudah Ah. Kok ngomongnya ngelantur terus. Entar bener-bener kejadian deh!”
“Lho siapa bilang Alfi sedang bercanda. Alfi serius kok kak”
“Iya iya sudah! Kakak tahu kamu rela dan mau berkorban buat kakak. Tapi saat ini kakak hanya pingin kamu yang menuntaskan hasrat kakak saat kakak pulang”
Sore hari itu
Didiet baru saja menelpon dan mengatakan jika ia bakal pulang kemalaman karena harus meninjau pekerjaannya ke lapangan.
“Kamu makan malam saja dulu Say. tak perlu menungguku” pesannya pada Sandra.
Sandra mengetuk kamar Paijo.
“Joo ayo temani aku makan malam” Ia sengaja mengajak Paijo makan bersamanya karena tak ingin Paijo terus menerus sendirian. Seseorang yang sedang mengalami kesedihan berat semacam itu harus kerap di awasi.
Tak lama kemudian Paijo membuka pintu.
“Saya belum lapar buu. Silakan ibu makan terlebih dahulu. Saya nyusul belakangan saja “
Sandra melihat mata Paijo yang masih bengkak. Ia baru menangis lagi. Ia pasti masih terus memikirkan soal Surti.
“Duhh..Lihat tuh! Ternyata bapakmu habis nangis” Goda Sandra seolah-olah sedang berkata pada perutnya sendiri.
“Saya tidak nangis kok bu” sangkal Paijo sambil menunduk malu.
“Bilang langsung ke mereka kalau bapaknya tidak bakal sedih dan nangis lagi” ujar Sandra menunjuk ke perutnya. Tingkah Sandra itu mau tak mau membuat Paijo tersenyum dan menahan ketawa.
“Ayoo.Joo!”
“B..bapak tidak bakal sedih lagi” ucap Paijo sekenanya.
“Kok ngomongnya dari situ? Dia ngga bisa dengar kalau seperti itu Jo. Sini!”desak Sandra. Paijo mendekatkan kepalanya ke perut Sandra.
“Nakk, bapak tidak bakalan sedih dan nangis lagi” ujar Paijo dengan lebih serius mengulangi ucapannya sambil mengusap-usap perut Sandra.
“Argg Joo. Geli!” pekik Sandra. Entah mengapa mendadak gairahnya mendadak ketika Paijo mengusap perutnya Meski itu hanya sebuah gerakan sederhana dan spontan namun berdampak sangat besar bagi Sandra. Menyambar bagaikan percikan api dari sebuah pematik di tengah galonan bensin.
“Iya buu. Maaf..” ujar Paijo menjauhkan kepalanya. Sandra senang melihat senyum Paijo. Setidaknya ia bisa sedikit meringankan beban anak itu.
Ugh! Tiba-tiba wajah Sandra berubah pucat. Rasa mual itu mulai datang lagi. Kali ini dorongan buat muntah begitu besar. Sandra bergegas menuju ke kamar mandi.
“Hoekss!!” seketika itu juga ia tak mampu menahan dorongan untuk muntah.
“Buu?”
Paijo tidak tinggal diam. Di ambilnya sebotol minyak angin miliknya dan didekatkannya ke hidung Sandra. Namun sepertinya itu saja tak cukup.
“Hoekkkk!!…Hoeeeeekkk!!…” serangan itu kembali. Sebenarnya Paijo sudah cukup berpengalaman dan tahu bagaimana mengatasi situasi seperti ini tatkala mantan istrinya tengah mengalami hal yang sama dulu. Ia ingat ia selalu memberikan pijatan di sekitar pundak Surti. Tetapi ia agak ragu buat menyentuh Sandra. Sehingga ia hanya berdiri saja dengan kebinggungan di situ.
“Hoeeeeeeekk!!….aduuhhh Joo..” rintih si cantik itu. Sudah lebih dua menit metabolisme alami yang amat mengganggu itu tak juga kunjung reda malahan semakin menjadi-jadi. Tak ada yang bisa ia muntahkan lagi namun dorongan itu tak terhentikan. Dan hal itu mulai menyakitkan. Lama-kelamaan wajah Sandra yang putih menjadi semakin pucat. Akhirnya Paijo tak tahan lagi melihat penderitaan wanita yang sedang mengandung anaknya itu.. Dengan tangan gemetar diraihnya pundak Sandra.
“Hhhhh…” Sandra merasakan kenyamanan ketika jemari Paijo menekan syaraf-syaraf pundaknya. Sedikit demi sedikit Sandra kembali bisa bernapas lega. Hampir lima menit Paijo melakukan hal itu. Setelah yakin rasa mual Sandra benar-benar mereda, Paijo membimbingnya kembali ke kamar. Kemudian ia bergegas ke pantry menyeduhkan teh hangat buat Sandra.
“Nah, ibu istirahat saja dulu. Saya mau keluar sebentar” katanya sambil menyerahkan cangkir teh kepada Sandra. Belum sempat Sandra bertanya ia sudah menghilang.
Lima belas menit Sandra duduk sendiri di kamar itu. Sesekali ia menyeruput teh seduhan Paijo bila rasa mual itu kembali muncul. Entah mengapa ia belum ingin kembali ke kamarnya sendiri. Tak lama kemudian Paijo muncul sambil membawa sebuah mangkuk.
“Aww….rujaaak!” pekik Sandra girang. Entah dari mana Paijo memperolehnya di saat seperti ini, namun memang ini yang ia idamkan saat ini. Dengan cepat ia rebut mangkuk tersebut dari tangan Paijo. Pertama sepotong kecil mangga muda langsung dicomotnya. Rasa asam kecut yang melanda lidahnya bercampur sedikit rasa pedas itu dengan cepat memunahkan rasa mualnya. Paijo sendiri jadi ikut-ikut memeramkan mata karena ia tahu rasa buah itu memang sangat asam.
“Kok kurang pedas, Jo?”
“Lho itu tadi sudah di kasih cabe tiga biji kok bu”
“Masih kurang! Tambahin cabenya, Joo”” rengek Sandra.
“Saya tidak mau ibu malah sakit perut.”
“Sedikiiiit saja Joo”
“Tidak boleh!” jawab Paijo dengan tegas. Baru kali ini Sandra merasakan Paijo bersikap seperti itu padanya. Tapi ia justru senang sekali dengan perhatian anak itu padanya. Mereka duduk bersisian di tepi ranjang. Paijo dengan sabarnya menunggui Sandra menyantap rujaknya.
“Joo..” panggil Sandra sambil meletakan mangkuk yang telah kosong di atas meja di samping tempat tidur.
“Ya buu?”
“Terima kasih ya karena sudah mau repot buat aku”
“He he ndak apa apa kok buu..lagian kan ibu hamil gara-gara saya” jawab Paijo tersenyum malu.
“Oya Jo, Aku mau menanyakan sesuatu padamu”
“Tanya soal apa bu?”
“Eng..Sewaktu Surti hamil muda dulu apakah kalian …..melakukannya?”
“Melakukann apaa bu?”
“Uh em tidak jadi Jo. Sudah lupakan saja ” ujar Sandra merasa jengah sendiri.
“M..maksudd ibu n ngentott?” tanya Paijo hati-hati.
“he e ..” jawab Sandra lirih nyaris tak terdengar.
“Kenapa ibu tanyakan itu?”
“Soalnya aku sudahh tiga minggu tidak..” ujar Sandra sambil menggigit bibirnya sendiri. Sejak Paijo menyentuh lembut perutnya juga saat melakukan pemijatan tadi hasratnya semakin tak terkendali.
“I.buu..lagi kepinginn yaa?”
“Tapi a..ku takutt keguguran, Jo”
“Eng..Sebenarnya sewaktu Surti sedang hamil muda dulu kami sering melakukannya ” ujar Paijo mencoba mengingat-ingat kejadian saat dengan Surti dulu.
“Benarkah?”
“Iya. Malahan hampir setiap hari. Mulanya saya yang takut bakal terjadi apa-apa dengan kandungannya tapi karena Surti yang minta jadi saya terpaksa nurutin. Eh bu sebentar lagi pak Didiet kan pulang berarti kan sudah ndak masalahkan?.”
“Dia pasti sudah capek buat itu”
“Kalau begitu saya antar ibu ke bandara sekarang. Saya yakin kita masih dapat tiket buat ibu ke kota S”
“Tidak usah Jo”
“Lho kenapa bu?, saya pikir pak Didiet pasti ngasih izin ke ibu. Mumpung ini masih agak sore”
“Kamu salah mengerti Jo. aku bukannya ingin suamiku atau Alfi yang melakukannya. Aku ingin ..kamu, Jo”
“Sayaa bu?!” Tanya Paijo keget.
Jantungnya berdetak cepat. Seketika itu juga gairahnya meninggi dan celana usangnya menjadi sesak. Ia memang rindu sekali pada wanita cantik ini. Namun ia mendadak teringat perkataan Nadine kepadanya tempo hari. Ia tak ingin melakukan kesalahan lagi. Sandra mengangguk mengiyakan. Wajahnya bersemu dadu karena rasa malu semakin membuat Paijo tak tahan memandangnya.
“Tapii..buu saya sudah janji sama kang Alfi tidak bakal ngeganggu ibu lagi. Kemarinpun saya sudah sekali lagi berbuat salah sewaktu nidurin bu Nadine. Saya takutt salah lagi….” ujar Paijo berusaha bertahan. Ia tak ingin gegabah dan menuruti hawa nafsunya. Dan ia tak yakin akan keinginan Sandra ini. Yang ia tahu Sandra hanya tidur dengannya dulu itu hanya karena ingin hamil.
Apalagi sekarang sudah ada Alfi yang ia akui tak bakal mampu ia tandingi.
“Tidak apa-apa, Joo… Soal Nadine, engkau justru telah menolong dia dan saat ini pun aku tengah mengalami hal yang sama. Apakah engkau tidak kasihan terhadap diriku. Aku tersiksa sekalii akhir-akhir ini… ” pinta Sandra sebelum Paijo sempat menyelesaikan kalimatnya.
“Buuu?” Paijo masih kebinggungan buat memutuskan. Ia sungguh tak tahu di titik mana ia harus bertahan.
“Intimi aku malam inii, ya kang mas?”
Paijo terkejut sekali. Sandra memanggilnya dengan sebutan ‘Kang Mas’?!. Itu adalah panggilan Surti kepadanya selama ini. Sandra tak pernah melakukan ini padanya sebelum-sebelum ini.
“Di.a.jenggg…akuu…akuu ” jawab Paijo.
Sandra tersenyum mendengar Paijo balas memanggilnya dengan sebutan itu. Ia paham apa yang harus ia lakukan dalam situasi seperti ini. Sandra dapat melihat dengan jelas tonjolan besar pada celana Paijo. Ia mendekat ke arah pemuda kampung yang kebinggungan itu. Wajah nan cantik itu maju hingga hanya beberapa inchi dihadapan Paijo.
Sandra memejamkan matanya sementara bibirnya yang merah merekah itu sudah terbuka menunggu kedatangan bibir Paijo. Naluri Paijo akhirnya mengatakan bahwa ini adalah saatnya buat ia bertindak. Meski mulanya agak ragu, Ia mendekatkan wajahnya pada wajah Sandra.. seraya sedikit memiringkan kepalanya… Dan…
Hal itu terjadi….
Bibir Sandra memagut liar bibir Paijo. Kenyatannya selama tiga minggu tak bersetubuh dan hanya melakukan oral dengan Alfi dan Didiet tidaklah cukup buat meredam gairahnya dan menjadikan dirinya benar-benar haus akan belaian. Yang vaginanya sangat butuhkan adalah kenikmatan langsung dari sebuah alat vital pria. Dan penis Paijo yang sangat beruntung malam ini karena sebentar lagi bakal di lumat habis-habisan dan spermanya bakal di hisap sampai kering buat menuntaskan rasa dahaga vaginanya.
Kali ini ia tak lagi ragu buat melakukan hubungan intim.
Bukankah sebelum ia menyadari tentang kehamilannya itu dari Lila, ia dan Alfi selalu berhubungan intim di minggu-minggu awal kehamilannya dan hal itu tak menyebabkan permasalahan bagi janin pada kandungannya. Apalagi cuma melakukannya dengan Paijo. Ucapan Alfi ada benarnya. Titit Paijo memang tak bakalan bisa membentur rahimnya.
Paijo sendiri seakan masih tak percaya akan keberuntungan yang datang kepadanya saat ini. Ciuman dari Sandra telah menepis segala keragu-raguan hatinya. Ia sadar panggilan sayang yang diucapkan Sandra kepadanya hanyalah sebuah ungkapan rasa suka sesaat yang di dasari oleh nafsu birahi semata bukanlah sebuah rasa suka karena ada perasaan cinta seperti halnya Sandra terhadap Alfi. Sekalipun kini ia diberi hak yang sama dengan Alfi oleh Didiet untuk menikmati kemesraan dengan istrinya itu.
Dan Sandra sendiri saat ini suka rela ia intimi. Ataupun karena dialah yang telah berhasil menanamkan janin di rahim Sandra saat ini bukanlah Alfi. Namun semua itu tak dapat merubah perasaan Sandra. Sebab cinta sang bidadari itu memang hanya buat Alfi seorang. Tetapi Paijo sungguh bangga akan pencapaiannya saat ini. Seandainya saja dulunya ia lebih dahulu bertemu dengan Sandra ketimbang Alfi mungkin saja ceritanya akan menjadi lain. Perlahan Sandra menariknya naik ke atas tempat tidur tanpa melepas ciuman mereka.
Keduanya berdiri di atas lutut mereka. Wanita cantik itu mulai melepas satu persatu kancing kemeja lusuhnya. Setelah itu giliran celana pendeknya tertanggal. Napas Paijo semakin memburu ketika jemari halus Sandra mencengram gemas batang penisnya yang sudah kukuh bagai tonggak.
“Buka bajuku Kang mas” pinta Sandra tanpa melepas kontol Paijo dari genggamannya sambil sesekali melakukan gerakan kocokan.
Sementara tangan kirinya meraih belakang kepala Paijo dan menarik kepala Paijo buat kembali melakukan ciuman. Bukanlah perkara gampang buat Paijo mempereteli busana tanpa melihat. Di tengah gairah yang membakar hasratnya saat ini jemarinya hanya bisa mengandalkan nalurinya agar pekerjaannya cepat selesai. Alhasil meski agak lama ia berhasil juga menanggalkan semuanya. Yang pertama menjadi sasarannya tentu saja payudara indah Sandra.
“Oughhhhh…”leguh Sandra ketika salah satu putting payudaranya berada dalam kemutan mulut Paijo. Tetapi sedetik kemudian ia langsung menolak kepala Paijo menjauh dari dadanya.
“Jenggg?” Tanya Paijo heran.
“Kangmas aku sudah tidak tahan lagiii…” rengek Sandra. Meski tak biasanya Sandra langsung main tembak seperti ini namun Paijo paham apa yang diinginkan calon ibu dari kedua anaknya itu
Ia mengangguk. Sandra sudah rebah terlentang. Paijo mengatur posisi tubuhnya. Ia masuk di antara ke dua paha montok nan putih istri Didiet itu. Ujung penisnya ia arahkan tepat ke sebuah bukit kecil itu berbentuk bagaikan kue serabi dengan saus lezat meleleh dari bagian tengahnya yang terbelah. Pada detik-detik penyatuan itu pandangannya bertemu dengan Sandra.
“Masukinn sekarangg kanggg mass..Ough!” rintih Sandra semakin tak sabaran sambil berusaha menarik pinggul Paijo ke arahnya.
Akhirnya Paijopun menurunkan pinggulnya. Blessss!!! …
“Arggggg !!!” Sandra dan Paijo terpekik berbarengan saat penyatuan itu berlangsung. Organ intim mereka telah kembali bersatu. Merasakan jutaan sengatan kenikmatan pada kemaluan mereka setelah sekian lama berpisah. Setelah terjadi gejolak hebat dalam rumah tangga Sandra hal itu yang nyaris tak mungkin lagi terjadi.
“Ougghhhhh kangg masssss.!!” Sandra terpekik dilanda orgasmenya yang pertama.
Anak ini telah menuntaskan hasrat dan gairahnya yang telah terkukung selama beberapa minggu ini hanya dalam waktu kurang dari satu menit setelah penetrasi dan ia belum lagi menggerakan pinggungnya. Paijo memang memiliki sebuah kelebihan buat menaklukan banyak wanita di atas ranjang termasuk dirinya. Bahkan Nadine yang kekeuh saja akhirnyapun menggelepar takluk di dalam dekapannya.
Hanya saja nasibnya tak seberuntung Alfi. Cuma satu kekurangan Paijo. Penisnya memang tak sepanjang milik Alfi sehingga tak mampu menyentuh dasar vagina Sandra dan Nadine. Namun itu sudah cukup untuk membuat para wanita itu mendapatkan kenikmatan yang begitu tinggi.
“Kang mas kocokin tititnyaa” rengek Sandra setelah orgasme pembukanya tadi mereda. Ia sungguh ketagihan merasakan benda bertintik itu menggelitik seluruh cerukan yang ada di dalam liang intimnya.
Paijo mulai mengocok. Ia lakukan itu dengan begitu lembut kerena ia ingat ada anaknya diperut dalam perut Sandra. Benda hitam legam itu bergerak keluar sedikit namun masuk kembali secara maksimal hingga pubik bertemu pubik.
Setiap gerakannya membuat cairan kenikmatan Sandra membanjir. Begitu banyaknya hingga tertumpah-tumpah di seprey. Paijo tak juga menaikan tempo kocokannya. Ia tetap konsisten dalam gerakan lambat nan syahdu. Sementara Sandra semakin menggelepar di bawah tindihannya..
“Argggg kangg masssss.!!”pekik kenikmatan Sandra kembali terdengar. Paijo kembali menekan penisnya dalam-dalam dan menahan gerakannya. Penisnya yang berdenyut-denyut kuat semakin menambah rasa nikmat bagi Sandra saat itu.
“Uhhh…diajeng dapett lagii?”
“Iyaaa kangg masss…. Titit kang mass enak sekaliiii!!.”
Setidaknya persetubuhan itu sudah berjalan lima belas menit ketika Sandra kembali memperoleh orgasmenya yang ke tiga..
“Dicabut sekarang, jeng?” tanya Paijo sepertinya ragu buat meneruskan persetubuhan itu. Ia ingin mengakhirinya karena kuatir akan keselamatan janin di dalam kandungan
Sandra meski ia sendiri belum memperoleh orgasme. Ia sengaja mati-matian bertahan dan mengkesampingkan kepuasan dirinya karena ia ingin wanita yang mengandung anaknya itu terpuaskan dulu.
“Jangan dulu kang mas! Aku masih mau lagi. Lagian Kang mas kan juga belum dapet?” ujar Sandra sambil mengusap dada pemuda perkasa itu dengan jemarinya yang lembut.
“Tapii jeng…”
“Tidak apa-apa kang mas. Kita terus lakukan secara perlahan saja. Aku ingin sekali merasakan denyutan titit kang mas di dalam tubuhku sewaktu kang mas dapet” ujar Sandra. Ia dapat melihat wajah Paijo yang begitu pucat karena menahan ejakulasinya. Ia jadi heran bercampur kagum pada anak ini. Paijo tampak begitu berbeda dengan sosok yang pernah menggaulinya beberapa bulan yang lalu. Paijo yang ini begitu santun bahkan mampu bersikap bagai seorang gentleman.
“Baiklah jeng”
Mereka kembali bergumul. Sandra mulai bisa mengendalikan situasi setelah memperoleh tiga kali orgasme. Ia mulai mempergunakan kekuatan otot-otot panggulnya hingga kewanitaannya. Vaginanya menghisap dasyat penis hitam Paijo.
“Uhhhh! Jengg..enakkk..ekkkk..”rintih Paijo.
“Enakk sayanggg?” tanya Sandra bergairah.
Entah mengapa ia-pun menjadi sangat suka pada rintihan kenikmatan katrok ala Paijo pada saat mereka bersetubuh. Hal itu memancing gairahnya semakin tinggi dalam percintaan ini.
“Iyaaa jeeng enak sekaliii “
“Kalauu beginii sayangg?” goda Sandra sambil melakukan kocokan balasan yang lembut dari arah bawah.
“Arggg jeeng…enakkk!” Paijo semakin terpekik.
Yang dilakukan Sandra barusan bukanlah kocokan yang sederhana. kontolnya mendapatkan tekanan yang besar di dalam situ. Tubuh sintal Sandra dengan tinggi 174 sentimeter membelit tubuh kerempeng Paijo yang hanya 153 sentimeter itu.
Menguasai dan mendominasi hampir seluruh bagian tubuh Paijo dan hanya menyisakan bagian lutut hingga ke telapak kaki yang terbebas. Tubuh Paijo bagaikan seekor anak kambing yang tak berdaya di dalam belitan seekor pyton besar. Sandra membelit tubuhnya dan sekaligus menelan bulat-bulat organ vital bocah itu.
Akhirnya anak itu mendekap pinggang Sandra. Sandra mengenali gejala itu. Anak itu sudah akan orgasme. Ia segera melumat bibir Paijo sambil balik mendekapnya. Lalu mengayunkan pinggulnya ke atas dan ke bawah secara kuat. sementara itu bagian kewanitaannya bekerja mencekik dan mengunci erat titit pemuda itu. Paijo terpekik namun suaranya teredam oleh bekapan bibir Sandra.
Saat itu ia menerima dua kenikmatan sekaligus dari bagian atas dan…bawah! Penisnya berdenyut keras. Lalu memuntahkan lahar panas dari ujung kepundan lubang pipisnya. croottt!…crottt…crottt!! Mata pemuda itu sempat terbelalak sekejap lalu mendelik selanjutnya terpejam erat. Begitu dasyat orgasme yang melanda Paijo. Tubuhnya ikut terhentak-hentak setiap kali kontolnya memancutkan spermanya.
“Semprotinn..kangmass sayangg…habiskann semua..benih kangmas buatkuu..” desah Sandra sambil menikmati proses orgasme yang di alami Paijo kali ini.
Liang senggamanya begitu penuh oleh titit dan jutaan benih subur Paijo. Gumpalan cairan yang sama dengan cairan yang pernah membuahi rahimnya. Sandra menganggap Paijo memang pantas mendapatkan itu. Ia seakan ingin mengungkapkan rasa terima kasihnya atas dua janin yang berhasil anak itu tanamkan ke dalam rahimnya saat ini.
Tubuh mereka terus saling melekat satu sama lain dalam posisi missionary sambil berciuman ketat. Jika dulu Sandra selalu meminta Paijo menjauh agar ia bisa melakukan proses pembuahan namun kini hal itu tak perlu lagi. Sandra membiarkan Paijo meresapi sisa-sisa kenikmatan itu hingga tuntas di dalam dekapan tubuh cantiknya.
“Pejuh kang mas banyak sekalii”ujar Sandra ketika ciuman mereka terlepas.
“Habis tempik diajeng enak sekali “puji Paijo
“Benarkah? Kang mas suka tempikku? masih peret ya?”
“Iya jeng. Peret sekali. Bahkan lebih peret dari punya Surti”
Wow! Lebih peret dari gadis seusia Surti? Sandra jadi melambung mendengar itu. Ia yakin sekali Paijo berkata apa adanya.
“Bagaimana Dian dan Nadine?” Ini kesempatan bagi Sandra untuk mencari tahu mengenai hal itu. Soalnya selama ini Alfi tak pernah mau mengatakannya.
“Bu Dian itu asyik tapi ‘ngisep’-nya ndak sekuat diajeng apalagi kalau dia sudah ‘dapet’. Kalau bu Nadine hampir sama seperti diajeng, tempiknya masih peret sekali meski sudah pernah melahirkan, tapi saya ndak begitu suka sebab dia mintanya selalu yang aneh-aneh. Buat saya tetap punya diajeng yang paling enak”
“Hi hi hi terima kasih kang mas sudah memilih aku” Sandra tersenyum geli.
Ia paham apa maksud Paijo. Nadine memang menginginkan begitu banyak variasi pada saat berhubungan intim. Padahal baik Paijo maupun Alfi lebih suka melakukannya dalam posisi missionari karena posisi ini sederhana, tidak harus retok namun full body contact.
Sedangkan Sandra sendiri memang lebih suka posisi itu karena secara psikologis ia merasa di dominasi dan dikuasai oleh pasangannya pada saat persetubuhan berlangsung dan itu memberikannya rasa nikmat yang sangat kuat. Sedangkan Dian kemungkinan saat itu ia memang tak terlalu antusias bercinta dengan Paijo.
“Tapi bu Dian itu manis sekali orangnya” sambung Paijo seakan ia ingin menegaskan bahwa keintiman bukanlah segala-galanya baginya. Ada hal-hal lain yang membuatnya suka akan seseorang.
“Hi hi ketahuan sekarang. Kang mas punya perasaan sama dia kan?”
Paijo tersipu-sipu malu. Memang keisengan Dian tempo hari telah meninggalkan kesan yang mendalam baginya.
“Kang mas pasti kangen sama dia kan?”
“Iya jeng saya kangen sekali sama bu Dian”
“Bagaimana kalau kuminta ia datang kemari menemui kang mas sebelum keberangkatan kang mas ke pulau K?”
“B.benarkah jeng?… tapi… apakah bu Dian mau datang buat saya?”
“Kang mas tenang saja serakan semuanya padaku”
“Baiklah jeng”
Mereka masih terus berdekapan dengan kemaluan Paijo masih menancap ketat di dalam vagina lembut Sandra.
“Kang maasss..”
“Ya jeng?”
“Punya kang mas masih tegang dan berdenyut-denyut di dalam punyaku. Kang mas masih mau ngegituin aku lagi kan?”
“Iya jeng. Aku masih pingin terus ngentot sama diajeng”
“Kalau begitu kita terusin lagi ya kang mas? Berikan rahimku beberapa kali lagi semprotan cinta kangmas”
Bersambung . . . .