Cerita Sex Ngentot Pegawai Bank Masih Perawan Part 1 – Namanya Sinta, seorang wanita cantik yang memeknya masih perawan. Dia adalah pegawai di salah satu bank yang dalam kisah tulisan cerita dewasa ini sedang menikmati pemerkosaannya oleh seorang lelaki teman kerja sekantornya yang sedang haus kenikmatan memek perawan wanita.
Sinta, seorang wanita muda berusia 25 tahun, dengan langkah gontai menembus kerumunan para peserta jalan sehat yang masih terus mondar-mandir kesana kemari dengan ramai menunggu hasil pengumuman door prize undian. Sejak tadi malam, kondisi badan Sinta memang sedang kurang fit, namun karena ia telah berjanji dengan temannya untuk mengikuti acara ini, ia pun memaksakan diri untuk mengikuti acara ini. Berbeda dengan hari kemarin yang terus menerus dirundung hujan,
Kota Jakarta hari ini benar-benar terbasuh dengan terik mentari yang begitu dahsyat. Akibat perubahan cuaca yang begitu ekstrim ini, dapat dipastikan kondisi tubuh Sinta kian bertambah parah. Untuk mengistirahatkan diri, ia pun terduduk sejenak di pinggiran trotoar di sekitar lapangan tempat berkumpulnya peserta jalan sehat. Tas punggung yang hanya berisi barang seadanya itu, ia sampirkan di sampingnya.
Cerita Sex Sinta adalah seorang supervisor call center bank swasta terkemuka di indonesia. Ia adalah anak pertama dari 2 bersaudara. Hari ini ia memakai setelan kaus dan celana training berwarna ungu yang memanjang hingga ke mata kakinya yang terbungkus kaus kaki berwarna krem yang agak transparan. Selain itu ia juga menali rambutnya gaya ekor kuda , sehingga tampak lehernya yang putih dan jenjang.
Wajahnya bulat dihiasi dengan poni rambut, kulitnya kuning langsat, bola matanya hitam tajam. Tampak begitu manis walaupun dengan mimik yang lesu seperti itu. Hidungnya yang sedikit mancung nampak begitu mempesona. Sesaat ia mengeluarkan lidahnya dan menjilati bibir bawahnya, ia tampak kehausan.
Tanpa ia sadari, seorang lelaki bertubuh gempal telah mengawasinya sejak awal acara jalan sehat. Lenggak-lenggok tubuh Sinta di balik baju sportinya telah mampu membuat darah muda lelaki berusia 20 tahunan itu menggelegak. Tejo namanya, Ia hanya cleaning service di gedung tempat Sinta bekerja. Jabatannya hanya sebagai pegawai biasa yg kerjanya bersih-bersih kantor, ia ikut gerak jalan ini karena ajakan rekan kerjanya yang lain dan ia mendengar Sinta ikut serta.
Selama ini Tejo memendam rasa tertarik pada Sinta tapi segan karena perbedaan status yang mencolok. Namun kali ini, kemolekan body pegawai bank yang memang aduhai ini, ditambah dengan wajahnya yang mempesona, membuat rasa haus dan lapar Tejo hilang seketika. Berkali-kali ia meneguk liurnya sendiri memandang Sinta dari belakang. Perlahan ia mendekati Sinta dan menyapanya, “Kenapa Mbak, tampangnya pucat begitu? Mau diambilkan air?“
“Eemmm, tak usah Mas. Nanti biar saya cari minum sendiri“ jawab Sinta sekenanya.
“Nggak apa-apa Mbak, sebentar ya” Secepat kilat Tejo si pria muda itu telah kembali dari tempat pembagian air minum. Ia membawa dua botol Aqua sekaligus, satu untuk dirinya dan satu untuk Sinta, yang telah menggoda imannya.
“Terima kasih banyak ya Mas” Tanpa persetujuan Sinta terlebih dahulu, Tejo langsung duduk tepat di samping pegawai bank cantik tersebut. Sinta pun menjadi sedikit risih dibuatnya. Ia sedikit menggeser pantatnya ke arah berlawanan.
Karena merasa tidak enak sudah diambilkan minum, ia pun membiarkan lelaki itu duduk bersebelahan dengannya walaupun tetap dengan menjaga jarak. Karena ia telah demikian haus, ia pun menenggak air minum itu hingga setengah botol. Entah mengapa mendadak kepala Sinta menjadi pusing. Matanya berkunang-kunang, pandangannya kabur dan tenaganya melemah.
Terdengar cekikikan dari mulut Tejo. Ternyata pria muda itu telah mencampurkan sesuatu di minuman Sinta sebelum ia menyantapnya. Dengan santainya ia mengalungkan tangannya ke leher Sinta dan menarik tubuh molek si pegawai bank yang cantik itu ke dalam pelukannya. Orang-orang masih sibuk lalu-lalang mengikuti menunggu pengumuman door prize undian.
Walaupun ada orang melihat Tejo yang memeluk Sinta, mereka hanya menyangka kalau mereka adalah sepasang kekasih, karena umur keduanya tidak terpaut begitu jauh, selain itu karena akting Tejo yang meyakinkan. Apalagi wajah Sinta yang demikian lemah membuat para peserta lain tak berani mengganggu pasangan itu.
Sinta merasa geli merasakan usapan-usapan tangan kasar Tejo di pipinya. Ia benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa. Tubuhnya terasa lemah dan kaku. Ia merasa bingung akan apa yang terjadi padanya. Setelah minum air mineral tadi, kesadarannya terasa tertahan. Ia tidak bebas menggerakkan anggota badannya padahal ia masih dapat melihat dan merasakan segala sesuatu di sekelilingnya. Keringat semakin deras membasahi wajah dan kaus yang dikenakannya. Hampir-hampir pegawai bank nan molek itu basah kuyup oleh keringatnya sendiri.
Melihat hewan buruannya telah begitu jinak di pelukannya, Tejo malah makin bernafsu. Kemaluan yang sudah beberapa bulan tidak dipakai itu kini berontak dengan dahsyat dari balik celana panjangnya. Bau keringat Sinta yang semakin menyengat membuat gelegak birahi Tejo makin meletup-letup. Ia membayangkan dirinya menyetubuhi pegawai bank cantik dan menawan itu dengan liar hingga Sinta bergetar hebat dibuatnya
Ia dekap tubuh indah itu lebih erat dan diciuminya bau keringat Pegawai bank yang merangsang itu. Ditempelkannya hidungnya di pipi Sinta dan sesekali Tejo mengeluarkan lidahnya dan menjilati wajah Sinta. Sinta pun hanya bisa meringis dan menikmati perlakuan Tejo pada dirinya.
“Akkhhh …” terdengar sedikit lenguhan Sinta begitu pelan namun telah cukup membuat denyut nadi Tejo berdenyut-denyut. Pegawai bank yang kini makin basah bermandikan keringat itu, campuran dari keringat bekas mengikuti acara jalan sehat dan keringat dingin akibat dijamah oleh Tejo, itu terlihat begitu gelisah.
Tubuhnya yang basah menjadi makin menggiurkan bagi pria muda yang tengah meraba-raba tubuhnya. Kegiatan mereka makin mendapat perhatian dari orang-orang di sekitarnya. Tejo sedikit khawatir dengan hal itu, ia pun memikirkan jalan agar bisa menikmati tubuh Sinta dengan lebih leluasa.
Tejo pun memutuskan untuk membawa Sinta ke sebuah tempat sepi, mumpung pegawai bank nan menawan itu masih dalam pengaruh bayang-bayang campuran obat bius dan obat perangsang yang tadi diberikannya. Dengan cepat ia melepas pelukannya pada Sinta dan bergegas mengambil motor bebeknya yang diparkir tak jauh dari situ. Ia pun membimbing Sinta untuk berdiri dari trotoar dan mengajaknya untuk naik motor bersamanya.
Dengan lembut Tejo membisikkan sesuatu di telinga Sinta, “Sayang, bila kau ingin merasakan kenikmatan yang jauh lebih indah dari ini, ikutilah kata-kataku. Sekarang naiklah ke motor ini dengan membonceng padaku”
Ngentot Pegawai Bank Seksi
Layaknya seorang kerbau yang dicocok hidungnya, Sinta pun menuruti semua yang diperintahkan Tejo.
Ia merasakan adanya dorongan yang begitu dalam dari dirinya untuk merasakan kembali sentuhan dan belaian seorang Tejo. Ia merasakannya seperti gairah. Mungkin ini adalah efek dari obat perangsang yang diberikan oleh Tejo tadi. Sinta yang tadinya merupakan seorang pegawai bank yang anggun, menawan, cantik, dan santun kini telah tergila-gila dengan perbuatan cabul Tejo. Setelah Tejo naik motor pun, Sinta dengan pasrah menurutinya dan duduk menyamping sambil memeluk pinggang Tejo dengan erat.
Merasakan hal tersebut, Tejo begitu girang. Selama perjalanan ia hanya memakai tangan kanan untuk menarik gas dan mengerem, sementara tangan kirinya terus mengelus-elus tangan perawan nan cantik yang melingkari pinggangnya. Sinta telah begitu jauh terperosok ke dalam jebakan yang dibuat Tejo.
Mereka berdua begitu dilanda birahi yang menggebu-gebu di atas motor tua itu. Mereka sudah sama-sama tidak sadar untuk melampiaskan nafsunya masing-masing. Tanpa sadar tangan Sinta pun dengan lembut mengelus-elus bagian perut Tejo membuat pria muda itu belingsatan dibuatnya. Untung rumah kontrakan Tejo tidak begitu jauh sehingga 10 menit kemudian mereka telah sampai.
Begitu sampai di dalam rumah, Tejo langsung menyiapkan segalanya. Pintu rumah ia kunci, motor ia masukkan, dan Sinta ia baringkan di atas kasur rumah kontrakannya. Kini hidangan lezat telah menantinya di atas ranjang itu dengan gairah yang menggelora.
Tejo pun langsung membuka kaus dan celana panjangnya. Tinggal celana dalam saja yang tersisa ia pakai. Ia terlihat begitu sangat bernafsu dengan wanita yang tengah tergolek lemas di hadapannya. Ia pun merangkak di atas wanita itu dan membelai wajah Sinta yang cantik itu. “Siapa namamu manis?”
“Sinta, Mas” jawab Sinta sambil menggigit bibir bawahnya. Ia juga tampak telah begitu tegang dengan Tejo yang telah menanggalkan busananya. Ia sadar semua ini sudah tidak bisa ditolak lagi. Pergolakan batin terus berlomba di dalam hatinya. Ia begitu bingung untuk memilih lari, karena raganya mengatakan sebaliknya. Baru kali ini ia diperlakukan seperti ini, dan baru kali ini seorang pria menanggalkan busana di hadapannya dan mendekatinya hingga begitu dekat di atas ranjang.
“Nama yang bagus, Sayang. ”
“Terima Kasih, Mas” Tejo pun menurunkan jari-jemarinya ke bawah menuju bagian buah dada Sinta yang menggunung. Besarnya ia taksir sekitar ukuran 36C. Sinta memang mempunyai ukuran payudara yang lebih besar dari teman-teman sesama pegawai bank. Bisa dibilang ialah pegawai bank terseksi di antara rekan kerjanya. Sebenarnya itu bukan masalah di kalangan rekan kerjanya, tapi setelah bertemu orang seperti Tejo yang begitu menggilai payudara besar, Sinta sadar bahwa itu adalah bahaya besar.
Perlahan Tejo meremas-remas payudara yang masih tertutup kaus Sinta itu dengan nafsu yang begitu menggebu. Ia merasakan puting di payudara Sinta yang sebelah kanan, puting itu telah begitu tegang sehingga nampak menonjol dari balik kausnya. “Kamu udah horny yah say?”
Sinta hanya diam saja diperlakukan seperti itu, ia tak mampu menyangkal bahwa ia telah takluk dalam dekapan pria muda yang lebih layak menjadi adiknya itu. Ia pun tetap diam ketika tangan Tejo mampir ke ujung celama panjangnya dan menariknya perlahan ke atas. Tangan yang kasar itu pun dengan lancangnya menjamah betis dan paha mulus Sinta yang belum pernah dilihat sekalipun oleh lelaki lain. Tangan itu bergerak naik turun sehingga membuat Sinta akhirnya mengeluarkan desahan yang begitu menggairahkan, “Aaaahhhh … “
Tejo begitu senang mendengarnya. kemaluannya pun semakin keras dan tegang. Ia makin berani mengerjai pegawai bank nan cantik itu dengan menurunkan celana dalam Sinta ke bawah. Ia pun kini mengelus-elus lembut kemaluan yang sudah tidak tertutup apa-apa lagi itu dari balik celana panjang yang masih terpasang. Tejo memang belum berniat melepas pakaian Sinta, ia makin terangsang dengan mengerjai Sinta dalam keadaan masih lengkap berpakaian sporty.
Tejo pun mendekati wajah sang pegawai bank nan anggun tersebut. Bibir mereka telah begitu dekat. Sinta pun dapat merasakan bau badan Tejo yang begitu tak sedap, tapi entah kenapa Sinta pun ikut mendekatkan bibirnya yang indah itu ke bibir pria yang sama sekali tidak dikenalnya itu. Tejo membelai mesra rambut Sinta dan memagut bibir sang pegawai bank dengan lembut dan penuh nafsu serta gairah. Pria muda itu pun semakin berani dengan mengeluarkan lidahnya agar dijilat oleh Sinta. Sinta pun tanpa malu menyambutnya dengan gairah yang tidak kalah besarnya. Persetubuhan serasa tinggal menunggu waktu bagi mereka berdua.
Sambil memagut bibir indah nan seksi itu, tak lupa Tejo pun meremas-remas payudara Sinta dari kausnya. Bergantian dari kanan ke kiri dan sesekali memelintir putingnya. Sinta pun merasakan sensasi yang begitu menakjubkan.
Serasa tak ada waktu lagi, dengan buasnya Tejo melumat bibir suci nan menawan milik seorang pegawai bank ternama itu. Sinta, sang pegawai bank rupawan, kini sedang berpacu dengan gairah dan birahinya sendiri. Campuran dari obat perangsang yang diminumkan saat menunggu pengumuman door prize undian tadi dan jamahan yang terus dilakukan Tejo membuat jantungnya berdenyut begitu cepat. Ia seperti lupa rasa bencinya pada laki-laki sudah ia rasakan sejak lama. Padahal dalam setiap kesempatan, ia selalu menghindari hubungan cinta dengan laki-laki karena trauma pernah dikhianati mantan tunangannya yang sangat ia cintai. Tapi kini Sinta tampak malah meminta tubuhnya sendiri untuk dijamah oleh lelaki bejat seperti Tejo yang sedari tadi telah menanggalkan pakaiannya.
Sinta meletakkan tangannya di punggung Tejo. Dielus-elusnya punggung pria muda yang telah mengundang birahi jalangnya untuk keluar itu. Tejo pun makin panas merasakan elusan sang pegawai bank idaman itu di bagian tubuhnya yang cukup sensitive. Namun ia tak mau kehilangan tempo, ia akan berusaha memancing gairah Sinta agar ia bertingkah lebih binal lagi.
Ia ingin Sinta tak hanya menyerahkan keperawanannya namun juga bisa merasakan puncak kenikmatan dunia darinya, siapa tahu nanti Sinta menjadi ketagihan dan mau menjadi pemuas nafsu seksual dirinya yang sewaktu-waktu bisa meledak. Apalagi ia sudah jarang menikmati tubuh bibinya karena ngak enak mengkhianati kepercayaan pamannya dan bibinya terlalu banyak selingkuhan jadi memeknya ngak seret lagi.
Sehingga selepas SMU ia memilih tinggal sendiri dan berkerja sebagai cleaning service sambil kuliah di dekat tempatnya bekerja. Sesekali memang ia masih berkunjung ke rumah pamannya untuk mendapat uang saku tapi ia selalu berusaha menghindari ajakan bibinya untuk selingkuh. Memang sesekali ia masih meladeni godaan bibinya tapi jauh menurun drastis daripada saat ia masih menumpang di rumahnya pamannya. Kadang-kadang Tejo dan rekan kerjanya juga main dengan kenalan mereka yang bisa dipakai tapi jarang yang bisa memuaskan Tejo.
“Sebentar ya Mbak,” Tejo dengan nekat memasukkan tangannya yang hitam legam ke kaus ungu Sinta. Tangan Tejo pun langsung bergerilya di daerah itu. Payudara Sinta yang besar dan sensitive itu diremasnya dari balik kausnya. Sinta pun mendesah ringan sebelum kausnya disingkap hingga diatas dada dan tubuhnya resmi dimasuki oleh tangan nakal Tejo.
“Mass, ohhh, geli mas” begitulah erangan Sinta ketika Tejo mulai intens meremas-remas payudara pegawai bank muda yang begitu ranum itu. Segaris senyum menempel di bibir mesum Tejo ketika Sinta menekan kepalanya begitu kencang ke arah payudaranya sendiri. “Ufhhh, ampunn Mas …. !”
Tanpa pikir panjang lagi, Tejo langsung memasukkan kepalanya ke balik kaus ungu Sinta. Disingkapnya pakaian terusan Sinta, kemudian dengan perlahan ia mengeluarkan payudara Sinta yang telah begitu membuncah dari bra krem yang masih menempel di tubuhnya. “Mbak, toketnya ca’em banget … warnanya pink, lagi tegang gitu, ukurannya berapa sih?” Ledek Tejo sambil terus meremas-remas dan memainkan putting payudara Sinta.
Ucapan kotor Tejo semakin membangkitkan birahinya. Satu persatu pertahanan keimanannya telah runtuh. Mimik wajahnya yang biasanya penuh keanggunan kini perlahan berubah menjadi begitu erotis dan merangsang. “Iya mas, ukurannya 36C … ohhh, enak mas diremes gitu”
“Ohh, Mbak cantik suka yah? Kenapa gak bilang tadi waktu di monas, kan bisa sekalian mas entot di sana?” Jawab Tejo makin berani.
“Apa mas? Entot ?? ahh …” Sinta lemas begitu Tejo mengucapkan kata-kata kotor itu. Ia sadar kalau dirinya sudah di ambang birahi, dan Tejo pun sudah tidak tahan untuk melepaskan gairahnya. Ia pun memperbaiki posisi berbaringnya agar Tejo bisa lebih mudah menyetubuhi dirinya. Ia telah benar-benar kehilangan akal sehatnya.
Merasakan geliat tubuh indah yang ada dalam dekapannya, Tejo pun ikut bergeser hingga wajahnya tepat berada di atas payudara Sinta. “Liat deh Mbak, toketnya dah penuh neh, Mas kurangin sedikit yah susunya …” Ujar Tejo sambil menyibak sedikit kaus Sinta hingga ia bisa melihat payudaranya sendiri.
“Ahh Mas …” Sinta pun mendesah ketika bibir Tejo mulai menyentuh putting payudaranya. Seketika selembar lidah nan panas dan kasar menjulur keluar dan menggerayangi payudara Sinta yang begitu mulus, belum terjamah seorang pria pun. Sinta pun langsung menggeleng-gelengkan kepalanya menahan desakan birahi yang begitu menggebu. Erangannya sudah tak bisa dibendung, matanya memejam menunggu ledakan gairah dari dalam tubuh seksinya.
Tejo melakukannya dengan begitu perlahan-lahan. Ia ingin ini menjadi sesuatu yang tak akan ia lupakan seumur hidup. Kapan lagi kan, bisa menyetubuhi seorang pegawai bank cantik seperti Sinta ini. Dengan ganasnya Tejo mengulum putting payudara Sinta mulai dari yang sebelah kiri, kemudian berlanjut ke payudara sebelah kanan.
“Ahhh, Mas. Geli banget …”
“Mbak suka kan, kalo suka Mas kulum terus yah.” Tejo sudah tidak segan-segan lagi mengatakan kata-kata cabul di hadapan Sinta. Dan respon Sinta pun bukannya berusaha memberontak, tapi malah seakan membuka pintu lebar-lebar bagi Tejo untuk merobek keperawanannya di sebuah rumah yang terkesan sedikit kumuh itu.
“Iya, Mas. Suka.” Mendengar kata-kata itu, Tejo pun menganggapnya sebagai sebuah izin untuk melakukan hal yang lebih jauh. Ia pun melepaskan kulumannya di payudara Sinta sang pegawai bank manis, dan kemudian diikuti lenguhan panjang Sinta yang menandakan kekecewaannya akan perlakuan Tejo itu. Dengan langkah cepat, Tejo langsung turun ke bagian bawah tubuh Sinta dan kemudian menarik perlahan celana panjang Sinta.
Ternyata Sinta masih memakai celana dalam, celana dalam itu berwarna biru muda dan terbuat dari bahan yang tipis. “Mas buka ya Mbak, celana dalamnya.” Sinta yang telah dilanda birahi yang benar-benar menggelegak itu pun hanya mengangguk sambil menggigit bibir bawahnya.
Dengan sekali tarik, celana dalam itu pun terlepas dari tempatnya. Selain karena bahannya yang tipis dan kekuatan Tejo, Sinta pun ikut memberikan sedikit bantuan dengan mangangkat bokongnya untuk memudahkan Tejo. Ia seperti telah pasrah, bahkan malah benar-benar menginginkan untuk disetubuhi untuk pertama kalinya oleh Tejo.
Dalam sekejap, betis dan paha mulus Sinta pun terpampang dengan jelas di hadapan Tejo. Bagian bawah tubuh indah pegawai bank itu benar-benar putih terawat. Mungkin karena tak pernah terkena sinar matahari langsung atau memang Sinta sengaja merawat bagian bawah tubuhnya tersebut. Selama ini para kekasih lesbinya selalu kagum dengan keindahannya, tapi kini seorang pria muda sedang memandanginya tanpa sehelai pun pembatas.
Tejo semakin merasa takjub melihat Sinta dalam keadaan telanjang bagian bawah badannya. Sungguh, laki-laki ini tidak pernah menyangka kalau sore ini akan melihat kemulusan badan Sinta yang selama ini ia perhatikan dari jauh. Pertama kali Tejo melihat Sinta, pria ini memang sudah tergetar dengan kecantikan wanita berkulit putih ini walaupun sebenarnya Tejo juga punya beberapa kenalan wanita, tapi tidak apa-apanya apabila dibandingkan Sinta.
“Mbak, pahanya mulus banget sih, Mas elus-elus yah?” Sebuab pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban. Tejo langsung mulai menjamah bagian terlarang dari seorang pegawai bank yang cantik seperti Sinta.
Namun Sinta sendiri pun tidak melakukan perlawanan dan malah menyodorkan paha dan betis indahnya untuk dinikmati sang penjantan muda itu. “Iya Mas. Sinta selalu perawatan di salon. Ahhh, Mas, Udah yah, Sinta malu”
Sebuah penolakan yang tampaknya tak berarti mengingat Sinta tak berusaha sedikitpun untuk menutupi bagian terlarang yang sudah terbuka lebar dan siap untuk dinikmati. Tejo langsung meraba-raba paha putih itu dan menjilat-jilat betis Sinta yang mulus. “Hmm, Mbak Sinta bener-bener kayak bidadari yah. Orangnya cantik, tubuhnya indah banget pula”
“Ahh, ahhh, Mas … “ Desahan Sinta pun akhirnya keluar begitu saja tanpa mampu ia bendung