Cerita Sex Kenangan Saat Pertama Belajar Bercinta – Semasa SMA, aku menjadi orang yang pendiam, karena malu dengan cewe, tetapi malu juga dengan cowo. Terkadang aku menyesal memiliki character ke-cewe-cewe-an. Aku terlalu lemah lembut bagi cowo. Mata pelajaran olahragaku selalu nilainya 6. Olah raga basket aku tidak bisa, volley juga tidak bisa. Yang aku bisa cuma teori doang.
Sikapku yang pendiam ini membuat aku sulit bergaul dengan teman-teman sekolahku. Hasrat sexku sulit sekali aku salurkan. Aku sudah tidak berani bermain-main dengan anak cewe yang cantik-cantik, entah kenapa aku sangat malu meskipun hanya menyentuh. Terkadang aku mengubah sikapku yang ke-banci-bancian ini untuk menjadi macho, tetapi kalau lagi tidak sadar tetap saja aku kembali ke feminim.
Di sela-sela kegiatanku di sekolah, aku hanya dapat memperhatikan bayangan bra dari balik baju putih yang tipis. Membayangkan indahnya payudara dari teman-teman ceweku. Ada yang besar, kecil, dan juga sedang. Semuanya membuat aku senang membayangkan lebih jauh pikiran kotorku tentang sex.
Cerita Sex Sepulangnya dari sekolah mulai aku onani sambil ditemani buku penthouse dan sedikit bayangan body sexy teman sekolahku. Begitulah pelampiasan sexku semasa awal SMA.
Keadaanku semakin frustasi saat aku duduk di kelas 2. Rasa frustasiku membuat aku menjadi tidak dapat mengendalikan diri untuk menjadi macho. Aku sudah terlalu cape dan jenuh bersikap macho yang pendiam. Akhirnya aku lepaskan semuanya dan jadilah kembali aku menjadi seorang banci. Herannya semenjak itu aku jadi banyak teman. Memang sulit untuk menjadi orang lain. Saat aku menjadi diri sendiri, rasanya aku bebas lepas.
Suatu hari, di kelasku ada tugas kelompok mengenai koperasi. Aku ikut ke kelompok Maria yang kebetulan kami tunjuk sebagai ketua kelompok. Semuanya 5 orang dan aku lelaki sendiri. Setelah terbentuknya kelompok, kita mulai merencanakan pertemuan-pertemuan di rumah, yang jelas bukan di rumahku.
Pertemuan pertama jatuh di rumah Maria. Dari empat teman ceweku ini, Maria memang lebih cantik. Kulitnya putih, payudaranya besar, tampangnya mirip bintang film Hongkong. Sedangkan ketiga teman cewekku yang lain, memang tidak terlalu cantik, tetapi manis dan sexy lah.
Kita mulai rapat berlima dengan duduk melingkar di ruang tamu Maria. Suasana rumahnya sangat sepi, tidak ada orang selain pembantunya yang tidak lama kemudian keluar dengan membawa minuman dan snack untuk kita.
Selesainya kami diskusi tentang tugas, kami mulai santai dan selonjoran. Karena aku duduk tepat berhadapan dengan Maria, nampak di antara sela-sela roknya bayangan celana dalamnya yang berwarna putih. Aku menikmati pemandangan indah di depan mataku sambil makan kue semprong dan minum sirup jeruk.
Rok abu-abu yang panjangnya di atas lutut dan semakin terangkat tinggi saat duduk bersila membuat pemandangan semakin indah oleh paha-paha mulus. Situasi itu membuat aku ereksi tak tertahankan. Sempat aku
memperbaiki posisi dudukku agar penisku bisa membujur keatas tanpa hambatan. Mataku mulai mempertegas pandanganku kalau-kalau tersingkap bulu vagina dari balik celana dalamnya.
Sedang asyiknya aku menikmati pemandangan indah itu, tiba-tiba Pipo sebelahku, memberi isyarat ke Maria dan Ratna yang roknya tersingkap. Akibatnya, pemandangan indah itu lenyap dari pandanganku. “Sialan” kesalku kepada Pipo.
Kekesalanku hanya dibalas cengengesan oleh empat cewe itu.
“Kenapa sih gue gak boleh liat? Kalo elo mau liat penis gue, juga boleh,” kataku masih senewen.
“Beneran! Gue gak bohong, mo liat nih!” tantangku.
Aku mulai bangkit dan berdiri di atas lututku sambil membuka resleting dan gesperku. Setelah selesai celana abu-abuku terbuka dan terlihatlah celana dalamku yang berwarna putih dengan tonjolan melintang 45 derajat ke atas kanan. Lalu mulai aku tantang lagi.
“Mo liat gak nih?” sambil menarik karet celana dalamku seolah-olah mau menurunkan dari posisinya.
Keempat-empatnya hanya cengengesan sambil menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Entah mulai terangsang atau malu, muka cewe-cewe itu nampak merah padam. Karena takut pada pingsan, aku urungkan niatku untuk memperlihatkan penisku yang mulai basah oleh lendirku sendiri (maklum suasananya hot banget).
Saat aku mau menutup resleting celanaku, tiba-tiba Maria nyeletuk
“Takutt tuh..”.
Mendengar penghinaan itu, tanpa basa-basi langsung aku mengeluarkan batang penisku di antara lipatan tengah celana dalamku.
Dalam sekejap keempat cewe itu menutup mulutnya sambil menahan suara “hepp..”. Mata mereka membelalak focus ke arah penisku yang beranjlug-anjlug tegang ke depan. Tiba-tiba saja suasana hening, hanya terdengar suara mobil dan bajaj yang melintas di depan rumah Maria.
Penisku dengan perkasanya menunjuk-nunjuk ke arah Maria yang ada di depanku. Lalu Jenny mulai bersuara memecahkan suasana.
“Nekat lo ye..” katanya.
Keempat cewe itu saling lihat-lihatan dan kembali melihat penisku.
“Udah ah,” kataku sambil memasukkan batang penisku ke posisi semula.
“Yaa.. tar dulu dong!”
kata mereka kompak. Aku menghentikan niatku dan mulai mengusap-usap kepala penisku yang berbentuk kepala jamur supaya kembali tegang.
“Mo ngapain sih? Nanti masuk angin tau!” kataku.
“Belom dipegang,” kata Maria.
“Sini kalo mau rasain,” tantangku.
Langsung saja Maria mulai mendekati aku dan menjamah batang penisku yang bertambah tegang.
“Wih, keras banget Joe!” katanya takjub.
Penisku dibelai, terkadang dipencet, terkadang pula diremas. Nampak Jenny mulai maju mendekatiku dan ikut merasakan liku-liku penisku. Oleh Jenny penisku ditekuk ke atas, ke samping lalu ke bawah, entah apa yang dia perbuat seperti kebingungan. Tak lama kemudian Pipo dan Rini mulai bergerak maju bergabung dengan dua cewe lainnya.
Kembali penisku diremas, dipencet oleh Pipo dan Rini. Situasi di depanku semakin sumpek saja karena empat cewe kece saling berhimpitan dan membungkuk. Karena tidak tega, langsung saja aku berdiri sehingga cewe-cewe itu lebih leluasa bermain dengan penisku yang masih tegang bahkan tambah tegang.
“Udah dong, gantian dong!” kataku.
Tak lama kemudian keempat cewe sexy mulai mundur dari posisi satu demi satu.
“Gantian dong, liat payudara elo semua,” kataku.
“Enak aja.. sori ya!” jawab Maria.
“Curang!” makiku.
Masih kondisi kesal dan tak mau kalah, aku hampiri Maria lalu bergulat dengannya untuk memperebutkan payudara indah.
Ternyata penisku belum aku masukkan ke sarangnya, jadi waktu aku bergulat dengannya, penisku menyentuh, terkadang menekan paha, perut dan anggota tubuh lainnya. Ketiga cewe lainnya hanya cengengesan melihat perbuatanku kepada Maria.
Sementara Maria menjerit-jerit minta ampun sambil cengengesan. Aku berusaha menjamah payudaranya yang masih dilindungi oleh kedua tangannya. Sambil dibantu kitikan pada perut dan pinggulnya, akhirnya aku berhasil menjamah payudaranya yang besar.
Kesempatan itu aku manfaatkan untuk memuaskan nafsuku pada payudara Maria yang besar, putih, dan empuk. Terkadang aku tekan-tekan, terkadang aku remas, pokoknya semua variasi dari tanganku agar aku puas, aku kerjakan.
Setelah aku puas dengan Maria, mulai aku menyerang Jenny yang ada di sebelahku yang sedang memperhatikanku. Serangan mendadak itu membuat aku tidak sempat memasukkan penisku ke dalam celana. Usahaku yang sama persis seperti aku perlakukan Maria, mulai aku praktekkan kepada Jenny, dan memang berhasil.
Dalam waktu singkat aku sudah dapat merasakan payudara Jenny yang lebih kecil dari ke tiga cewe lainnya. Tak lama kemudian aku menyerang Pipo yang ada di sebelah kiriku. Sialnya, Pipo sudah keburu lari menjauhiku. Karena tidak mungkin aku mengejarnya, langsung saja aku menyantap Rini yang masih terduduk sambil cengengesan.
Setelah selesai aku menggarap Rini, langsung aku terpaksa mengejar Pipo yang masih berkeliaran menjauhiku. Berkat kegesitanku, aku berhasil menangkap Pipo dari belakang sehingga penisku menekan-nekan pantatnya yang bahenol. Kuremas-remas payudaranya yang besar dari belakang.
Dari keempat cewe yang aku jamah, Pipo lah yang membuat aku puas. Selain rasa nikmat pada penisku saat bergesekkan dengan pantatnya yang masih terlindungi rok abu-abunya, tanganku pun bebas meremas payudaranya yang besar. Tidak itu saja, wangi tubuhnya pun harum semerbak membuat aku sangat terangsang. Cewe berikutnya yang membuat aku puas adalah Maria, baru disusul Rini dan Jenny.
Setelah selesai aku bermain dengan payudara teman-temanku, aku berniat mengakhiri nafsu sexku dengan mengeluarkan air maniku yang masih tertahan di batang penisku yang semakin mengeras.
“Enak kan gue remas-remas gitu,” kataku.
”
Sakit gila!” kata Maria.
“Bohong luh. Nih gue kasih liat kehebatan penis gue, tapi minta baby oil atau apalah yang untuk pelembab kulit.”
Nampak keheran-heranan dari Maria dan juga cewe-cewe lainnya. Mungkin karena penasaran, Maria memenuhi permintaanku. Diambilkannya body lotion dari kamarnya.
“Nih lihat, keren deh!” kataku sambil menuangkan lotion ke telapak tanganku.
Wajah ke empat cewe itu semakin berkerut heran menanti tindakanku selanjutnya. Setelah Lotion itu merata di telapak tanganku, mulai aku oleskan ke seluruh batang penisku yang putih bersih dan masih tegang. Saat aku balurkan lotion itu merata mulai dari kepala penisku dan turun ke batang penisku, aku merasakan kenikmatan yang luar biasa.
Sekali-kali aku memperhatikan reaksi Maria dan ketiga cewe lainnya yang mulai gelisah oleh karena pemandangan erotis yang ada di depannya, ya aku ini sedang coli. Aku urut batang penisku mulai dari kepala penis yang berbentuk jamur, lalu turun ke batang, lalu naik lagi ke arah kepala penisku dan seterusnya. Lotion itu memperlancar laju urutanku yang memberikan kenikmatan yang luar biasa.
“Teman-teman, aku gak konsen nih,” kataku sambil menghentikan permainan.
“Maksud elo apaan sih?” tanya Maria yang nampak sudah terangsang.
“Kayanya sulit kalau gue lanjutkan, kecuali..”
kataku sambil menunggu reaksi mereka.
“Kecuali apaan?” tanya Maria yang sebetulnya aku tunggu-tunggu.
“Kecuali elo semua kasih lihat payudara elo,” kataku.
“Hah??” mereka pada kaget dan saling pandang.
“Terserah kalo mau, kalo kaga mau juga gak papa,” tantangku.
“Lagi pula elo juga udah liat perabot gue, kan gak ada ruginye,” tambahku.
Setelah berpikir dan saling pandang-pandangan, akhirnya cewe-cewe itu mulai bergerak membuka kancing bajunya satu persatu. Pemandangan itu membuat aku semakin terangsang saat kulit putih dan mulus mulai nampak
terlihat mulai dari dada, gumpalan payudara, dan turun ke perut. Dengan rada malu-malu keempat cewe itu mulai mengangkat cup bra-nya ke atas. Saat yang mendebarkan bagiku sewaktu cewe-cewe itu mulai mengangkat cup branya.
Oh.. indahnya, sulit aku jelaskan perasaanku waktu itu. Aku sungguh terangsang, tanpa kusadari tanganku sudah bergerak mengurut-urut batang penisku naik-turun. Kuperhatikan payudara Maria yang indah tak tertahankan.
Kulit putih dan bongkahan daging yang kencang sehingga memberikan bentuk payudaranya yang sensual. Ditambah lagi lingkaran puting susunya yang besar dan berwarna krem muda dengan biji puting susunya yang rada menonjol keluar.
Sebenarnya ingin sekali aku menghisap dan menjilatnya, tetapi mungkin lain waktu. Setelah puas memandang payudara Maria, selanjutnya giliran Jenny. Payudara Jenny sangat kecil, tetapi bongkahan daging masih terlihat jelas sehingga siapapun yang melihat tentunya akan terangsang juga.
Puting susunya nampak kecil sesuai dengan lingkaran payudaranya, warnanya rada kecoklatan menambah indahnya payudara Jenny.
Selanjutnya giliran Pipo, payudaranya tidak jauh berbeda dengan Maria. Tetapi nampak dengan jelas di mataku, urat halus berwarna kebiruan.
Mungkin dikarenakan warna kulitnya yang berwarna putih cerah. Payudara Pipo nampak lebih besar dibandingkan cewe-cewe lainnya. Kalau aku perhatikan, nampaknya seperti buah pepaya. Karena sangat besarnya sehingga terlihat menggelantung. Wah bisa untuk banana split nih, pikirku. Nyaris aku lupa dengan Rini yang sudah nampak kedinginan.
Maklum sangat asyik sekali membayangkan payudara Pipo yang sangat lezat untuk disantap. Langsung saja aku beralih ke payudara Rini yang berkulit coklat. Payudaranya tidak begitu besar tetapi tidak begitu kecil pula, ya.. sedang lah.
Putingnya yang berwarna kehitaman nampak mengkerut tegang, entah karena terangsang atau kedinginan. Walaupun tidak semenarik payudara Pipo atau Maria, ukuran dan bentuk payudara Rini cukup membuat orang terangsang sampai puas.
Perhatianku kepada payudara-payudara indah itu nyaris buyar saat air maniku hampir menyemprot dari saluran kencingku. Aku pejamkan mataku dan kuhentikan kocokkanku, setelah reda baru aku lanjutkan menikmati focus pada payudara Pipo dan Maria.
Dua cewe ini memang sangat menggoda hasratku. Selain putih bersih, 2 cewe ini memiliki payudara yang besar. Asyik sekali aku membayangkan kenikmatan payudaranya hingga air maniku tidak dapat kutahan lagi. Kunikmati semprotan maniku melintasi saluran batang penisku sambil memijit-mijit kepala penisku seolah-olah sedang dijepit oleh payudara Pipo yang besar.
Kakiku terasa gemetar menahan kenikmatan yang tiada taranya. Ingin aku berteriak melepas kenikmatanku, tetapi sengaja aku tahan supaya tidak merubah suasana yang sedang tegang erotis. Semprotan air kenikmatanku
berjatuhan di lantai. Sebelum kenikmatan itu habis, kupercepat kocokanku pada kepala penisku sehingga timbul rasa gatal nikmat. Akhirnya kenikmatan itu hilang dan hanya rasa lemas yang tersisa pada diriku.
“Dah selesai,” kataku lemas sambil menghempaskan diriku ke lantai.
“Apan tuh putih-putih?” tanya Maria herah.
“Itu namanya sperma,” jawabku singkat.
“Udah jangan begong begitu dong, minta tisu dong..” kataku sambil mengambil sisa minuman milikku.
Keempat cewe cantik dan sexy itu pun mulai merapihkan pakaiannya masing-masing sedangkan aku mulai membersihkan penisku yang belepotan dengan air maniku dan memasukkan kembali ke sangkarnya.
“Keren kan? He he he..” kataku sambil cengengesan.
“Rasanya kaya apa sih tuh tadi?” tanya Pipo.
“Udah gak usah dibahas, pokoknya enak boo!”
kataku sambil bersiap-siap mau pulang.
“Awas lho ya! Sombong bener sih,” jawab Pipo.
“Ngancem nih yee..” balasku.
Cewe-cewe yang lain nampak kaku entah karena risih atau pegal. Akhirnya kami berpamitan pulang dengan Maria dengan membawa pengalaman unik yang membuat kami semakin akrab. Dari depan pagar rumah Maria
sempat aku mendengar suara bibi, pembantu Maria berkata,
“itu tadi banci ya non?”.
Sialan gue dikatain banci, gue kepret baru rasa luh, pikirku.