Keindahan Tubuh Fitri Yang Putih Mulus 1

News Online Itil

Cerita Sex Keindahan Tubuh Fitri Yang Putih Mulus 1 – Tahun 1972, aku sekolah di SD Negeri 01 yg letaknya kurang lebih 1 km dari rumah yg kutempuh dgn jalan kaki melewati persawahan dan kuburan.

Sekolah dgn telanjang kaki adalah hal yg biasa pada saat itu. Begitu pula aku. Setiap hari sepulang sekolah aku ke warung ibuku untuk bantu-bantu, terkadang harus belanja dagangan ke pasar. Sehingga waktu untuk bermain sangat sedikit.

Hubunganku dgn Fitri makin dekat saja karena kalau siang kami tak ada teman bermain. Hanya aku dan Fitri. Teman sebenarnya sih banyak, hanya karena kami dari keluarga miskin, kami agak minder dan teman-teman kami pun sepertinya enggan berteman dgn kami.

Cerita Sex Keindahan Tubuh Fitri Yang Putih Mulus 1
Cerita Sex Keindahan Tubuh Fitri Yang Putih Mulus 1

Cerita Sex Tp dlm halpelajaran sekolah, aku sama sekali tdk pernah ketinggalan. Aku selalu bersyukur, walaupun buku pelajaranku selalu pinjam dari teman yg satu angkatan diatasku dan belajar dgn lampu teplok, aku bisa sejajar dgn temanku yg lain.

Bahkan aku selalu masuk dlm 10 besar. Hal itu berlangsung terus sampai aku kelas 2 SMP.

Hingga pada suatu saat ketika aku berumur 13 tahun. Aku telah selesai berbelanja keperluan warung untuk esok hari. Rokok, pisang, ubi, terigu, minyak tanah, minyak goreng dll. Oh ya, ibuku selain jualan rokok, juga jualan pisang goreng, ubi rebus, kacang goreng, kopi, teh dll.

Saat aku sedang istirahat, karena siangnya aku harus sekolah, aku mendengar suara erangan dari kamar sebelah kanan. Seperti orang menangis tp kok intonasinya aneh.

“Kenapa Mbak Indah ya.. apa sedang sakit perut?” pikirku.

Oh ya Mbak Indah sekarang sdh janda. Suaminya meninggal tertabrak mobil 2 tahun yg lalu saat usia perkimpoian mereka sekitar 6 bulan.

Penasaran kuintip lewat celah-celah bilik bambu. Aku kaget! Penasaran, pelan-pelan kubesarkan lubang mengintipnya, nah semakin jelas. Ternyata Mbak Indah sedang bersenggama dgn lelaki yg tak kukenal.

Mbak Indah posisinya berada di atas lelaki itu. Kepalanya mengadah ke atas.Karena posisi mengintipku dari samping, maka yg kelihatan hanyalah toket Mbak Indah saja.

Toketnya kurasa cukup besar dan masih kencang itu berguncang-guncang. Mungkin karena Mbak Indah janda yg belum punya anak, jadi toketnya masih bagus. Umur Mbak Indah saat itu sekitar 28 tahun.

“Aduuhh.. shh.. sshh.. oohh.. oohh..” rintih Mbak Indah. Lelaki itu memegangi pinggang Mbak Indah, sedangkan pantatnya bergoyang-goyang.

Aku yg baru pertama kali melihat adegan itu secara live (walaupun cerita tentang hal itu sering kudengar dari teman-teman) membuatku makin deg-degan.

Aku terus mengintip sementara tanpa kuperintah kemaluanku menegang keras. Kulihat frekuensi naik turun Mbak Indah semakin cepat sambil mulutnya bicara yg tdk jelas. Lalu tiba-tiba Mbak Indah mengeram panjang.

“Aaa.. aachchch.. hhuu..” dan terlihat dia tergeletak lemas di atas laki-laki itu. Pelan-pelan aku turun dari dipan dgn kaki yg gemetaran.

Siang itu aku di sekolah banyak bengongnya, sehingga teman-temanku banyak yg bertanya kenapa aku ini, kujawab saja aku sedang tdk enak badan. Mungkin masuk angin.

Semenjak saat itu setiap ada suara-suara desahan dan kesempatan aku selalu mengintip aktifitas Mbak Indah. Mbak Indah liburnya tdk tentu. Terkadang Senin, kadang Selasa atau hari-hari yg lain.

Jadwal desahan itu hampir bersamaan yaitu sekitar jam 10 pagi sampai jam 12 siang.Ygkuherankan, lelaki pasangannya sering berganti-ganti.

Akhirnya aku tahu kalau Mbak Indah itu biasa tidur dgn lelaki yg mau membayarnya. Pantas saja penjaga toko kok punya TV serta perabotannya lengkap dan bagus.

Mungkin awalnya Mbak Indah biasa dibawa ke penginapan tp karena dianggapnya kontrakan sepi, maka Mbak Indah memutuskan main di kontrakan. Karena sdh beberapa kali aku melihat Mbak Indah melakukan senggama,

akhirnya aku tahu urut-urutannya. Pertama mereka saling cium, saling raba, saling remas, saling hisap lalu melakukan penetrasi disegala posisi. Aku tahu bentuk dari memek Mbak Indah yg berambut lebat.

Itulah yg membuatku mempunyai perasaan lain setiap melihat kawan dekatku, si Fitri. Fitri kini umurnya sdh 12 tahun, sdh kelas 1 SMP. Kami sekolah di tempat yg sama. Sama-sama masuk siang. Dia sekarang jauh lebih putih daripada dulu.

Hal-hal yg tadinya tdk begitu kuperhatikan pada Fitri akhirnya kuperhatikan. Wajahnya yg oval, hidungnya yg agak mancung, giginya yg putih,

bibirnya yg merah alami, alisnya yg cukup tebal, rambutnya dipotong pendek ternyata semuanya dapat nilai diatas rata-rata. Dadanya bagus tdk terlalu besar.

News Online Itil

“Kenapa baru sekarang aku perhatikan ya. Kenapa nggak dari dulu?” pikirku.

Mungkin karena aku terlalu sibuk dgn urusanku, keluargaku, sekolahku. Padahal aku sering mengajarkan Matematika dan IPA kepadanya.

Suatu ketika, sewaktu kulihat ada Mbak Indah di rumah sedang menerima tamu, kira-kira jam 10, aku tahu apa yg akan terjadi. Setelah kira-kira mereka masuk kamar, kupanggil si Fitri. Saat itu dia sedang mencuci beras.

“Fit, sini deh. Mau lihat yg bagus nggak?” kataku.

“Lihat apa?” dia balik tanya.

“Pokoknya bagus deehh..” ajakku sambil menggandeng tangannya.

Sementara dia sedang jongkok, sekilas terlihatlah CD nya yg berwarna putih di antara pahanya yg mulus. Pikiranku langsung ngeres.

“Seperti apa ya isinya? Apa masih seperti dulu?”pikirku.

Karena sejak umur 8 tahun kami tak pernah mandi bareng lagi. Malu katanya. Saat dia bangun, dadanya sempat tersentuh lenganku. Lunak dan lembut. Waahh, makin ngeres aja aku.

Setelah menyimpan bakul beras di rumahnya, dia pun masuk ke rumahku lewat pintu belakang.”Ssstt.. jangan berisik ya..” kataku sambil menempelkan telunjukku ke bibirku.

“Kenapa?” tanyanya.

Aku dekatkan bibirku ke telinganya.

“Geser kalendernya, di situ ada lobang. Coba lihat ada apa..” bisikku.

Sementara itu sdh ada suara desahan-desahan halus dari kamar sebelah. Dia naik dipan perlahan-lahan.

Digesernya kalender dan mulai mengintip. Reaksinya pertamanya adalah kaget dgn muka merah menatapku.

“Ada apa?” tanyaku berlagak bego.

“Mereka lagi ngapain?” tanyanya.

“Aduuhh.. Fitri ini belum ngerti atau pura-pura siihh..” batinku.

Aku langsung mengambil kesimpulan sendiri kalau Fitri itu sama seperti aku dulu. Tdk tahu apa-apa tentang seks.

“Coba kamu lihat terus. Aku nggak ngerti makanya kupanggil kamu. Karena aku udah pernah liat tp aku nggak tahu..” jawabku pura-pura bodoh.

Akhirnya Fitri mengintip lagi. Selama Fitri mengintip, kuperhatikan dia dari belakang agak ke kanan. Dia memakai daster tipis dgn lubang lengan yg agak lebar. Aku bisa melihat bulatan toketnya yg tertutup kaos dlm agak kendor.

Agak mengembung, putih, putingnya agak samar-samar karena dari samping. Kulihat pinggangnya agak ramping, bongkahan pantatnya yg cukup besar untuk anak seusianya. Sementara garis CD nya terlihat jelas di balik dasternya yg biru tipis.

Nafas Fitri kudengar makin cepat dan badannya agak gemetar. Cukup lama kira-kira 20 menit, sampai terdengar erangan panjang dari kamar sebelah. Akhirnya Fitri duduk di dipanku. Wajahnya merah padam. Waahh.. makin cantik aja Fitriku ini.

“Gimana Fit?” tanyaku.

“Tauk.. ah.. aku mau masak..!” sahutnya sambil berlari keluar.

“Dia kenapa ya..?” batinku.

Setelah itu aku bikin adonan kue, memotong-motong pisang, merebus ubi, lalu pergi mandi. Saat sedang berjalan ke kamar mandi, aku sempat melihat Fitri sedang merenung di depan kompornya. Pasti gara-gara mengintip tadi.

“Ayoo.. ngelamun. Entar kemasukan setan loohh. Mau sekolah nggak?” tanyaku.

Dia rupanya kaget saat kutanya begitu.

“Eh.. oh. Mas Pri aja dulu. Aku lagi nungguin nasi nich.. Nanti gosong..” sahutnya.

Dia selalu memasak sebelum berangkat sekolah supaya kalau ibunya pulang keliling menjajakan sayur, makanan sdh ada. Tinggal goreng lauknya saja. Kalau aku, pagi setelah minum teh, kubuka warung dan ibuku memasak setelah itu ibu ke warung,

lalu menuliskan apa-apa yg perlu dibeli di pasar. Sepulang dari pasar kupersiapkan bahan-bahan untuk pisang goreng lalu dibawa ke warung. Aku selalu belajar di malam hari. Baik PR maupun belajar untuk esok harinya.

Selesai mandi aku ganti baju. Siap-siap mau sekolah. Kupakai sepatuku. Melihat sepatu itu aku tersenyum sendiri. Sepatu itu adalah hasil jerih payahku mengumpulkan kardus-kardus bekas dan menjualnya ke tukang pemulung yg tak jauh dari kontrakanku. Setelah selesai membungkus yg mau dibawa ke warung, aku teriak pada Fitri.

“Fiittt.. ayo berangkat..! Nanti telat lhoo..” teriakku.

“Sebentaarr.. Fitri lagi pake sepatu..” sahutnya.

Tak lama Fitri keluar. “Kok hari ini tambah cantik ya..” batinku.

Selama dlm perjalanan ke sekolah, Fitri banyak diamnya dibandingkan hari-hari sebelumnya. Biasanya dia cerita tentang keadaan pasar Cipete dimana dia belanja sayur untuk dijual oleh ibunya (dia berangkat jam 4 pagi, pulangnya jam 6 sampai setengah tujuh. Setelah ibunya pergi berkeliling, dia tidur sebentar).

“Mungkin karena pengalaman mengintip tadi..” batinku.

Pulang sekolah pun dia banyak diamnya.

“Kenapa dgn Fitriku ini..” batinku.

Sementara aku tinggal di warung untuk bantu ibu, dia langsung pulang seperti biasanya.

Malam harinya, saat aku sedang belajar, Fitri datang menghampiriku.

“Mas Pri, ajarin Fitri soal yg ini doong..” pintanya sambil membawa buku Matematika-nya.

“Sebentar ya Mas selesaikan PR Fisika Mas dulu..” jawabku.

Setelah aku selesai, aku tanya apa PR-nya. Ah, ternyata hanya soal sinus, cosinus dan tangen saja. Itu soal mudah bagiku. Kujelaskan panjang lebar tentang hal itu.

Dia memperhatikan dgn seksama. Memang si Fitri itu termasuk anak yg pintar. Dia cepat menangkap apa yg kuterangkan. Mungkin guru di sekolah terlalu cepat mengajarnya atau kurang bisa memberi contoh yg dapat dimengerti.

Selama aku menjelaskan, Fitri sering memandangku. Aku bisa melihat jernih bola matanya walaupun ruangan hanya diterangi dgn lampu minyak.

Setelah jelas dgn keteranganku, dia mulai mengerjakan soal-soal PR-nya. Tak lama kemudian dia selesai dgn PR-nya dan kuperiksa ternyata benar semua. Mulailah kita mengobrolmacam-macam. Kami memang jarang sekali menonton televisi.

Karena harus menunggu Mbak Indah pulang kerja sekitar jam 9 malam terkadang lebih, atau ke rumah pemilik kontrakan. Ibuku sdh tidur sejak selesai sholat Isya.

Begitulah cara ibuku untuk menjaga kondisi tubuhnya setelahseharian bekerja di pinggir jalan. Penyakit ibuku paling-paling hanya masuk angin. Setelah aku kerokin dan pijitin sdh sembuh.

Begitu pula dgn ibu si Fitri. Bapak si Fitri saat ini sedang mendapat pekerjaan membangun rumah di Semarang sehingga pulangnya 1 bulan sekali. Oh.. bapak si Fitri asalnya dari Purwokerto, sedang ibunya dari Ciamis. Jadi si Fitri itu Janda(Jawa-Sunda).

Setelah ngobrol ngalor-ngidul, akhirnya sampai ke topik apa yg kita intip tadi siang. Ditopik ini aku merasakan kont0lku mulai mengeras. Apalagi Fitri sering memandangku dgn pandangan yg terasa lain dibandingkan kemarin.

Dia bertanya,

“Mas, apa ya.. kira-kira yg dirasakan Mbak Indah tadi siang ya..? seperti kepedesan, seperti nangis.. tp sepertinya Mbak Indah sangat menikmati yaa..”

“Waahh kalau itu Mas nggak tau.. abis Mas belum pernah ya.. mana Mas tau..” jawabku.

“Tp sewaktu Fitri ngintip tadi, kok susu sama tempek Fitri jadi gatel. Mau Fitri garuk malu ada Mas

Pri.. akhirnya Fitri pulang. Terus Fitri pipis, dan sewaktu cebok rasanya enaak banget..” sahutnya.

Si Fitri menyebut kelaminnya dgn sebutan “tempek”.

“Terus Fitri jadi bingung kenapa Fitri ya.. perasaan itu baru pertama kali Fitri rasakan..” sambungnya.

Memang aku sama Fitri kalau ngomong itu sdh nggak pake bates apa-apa. Kita berdua selalu blak-blakan apa adanya. Aku jadi bingung mau jawab apa. Tiba-tiba Fitri menyandarkan kepalanya ke pundakku. Ini pertama kalinya karena biasanya hanya tangannya saja yg ke pundakku.

“Kenapa ya.. sepertinya Fitri merasa dekeett banget sama Mas Pri. Padahal Mas Pri kan bukan apa-apaku.”

“Lho.. Fitri kan sdh Mas anggap adik Mas. Jadi pantes dong kalau Fitri deket sama Mas.” sahutku.

“Mas sayang nggak sama Fitri?” tanyanya sambil memandangku.

Wajahnya sangat dekat dgnku. Dapat kurasakan hembusan nafasnya yg wangi. Aku tak berani menegok ke arahnya.

“Ya.. jelas sayang dong. Sama adiknya kok nggak sayang,” jawabku.

“Mas, Fitri mau tanya ya.. tp Mas nggak boleh marah ya.”

“Tanya apa? Emang Mas pernah marah sama Fitri?” tanyaku.

“Kalau Mas lagi ngintip Mbak Indah, apa yg Mas rasakan?” tanyanya.

Waa.. Pertanyaannya makin menjurus nich.

“Mas juga merasakan singkong Mas mengeras sendiri.” kataku.

Aku menyebut kont0lku dgn “singkong”.

“Maass kalau ngomong liat ke Fitri doongg.. jangan lihat keluar,” katanya sambil menarik lenganku ke dadanya.

Lenganku merasakan daging lunak dan hangat di balik dasternya.

“Apa si Fitri tdk memakai kaos dalem ya?” batinku.

Aku menengok ke Fitri sambil memegang dadanya.

“Lho.. kok Fitri nggak pake kaos dalem?” tanyaku.

“Kaos dalem Fitri basah semua Mas.. Nanti kalau Fitri pake takut masuk angin,” sahutnya.

Saat aku menengok ke Fitri, jarak wajahku dan wajahnya sangat dekat sekali. Entah siapa yg meminta atau memulai, aku mencium pipi kirinya. Wangi. Dia mendesah pelan,

“Hmm.. aahh..” Kucium pipi satunya, keningnya, matanya, hidungnya. Desahannya makin keras.

“Hmm.. aahh.. Maass..” desisnya dgn bibir sedikit membuka. Kukecup bibirnya, dia diam saja tak ada reaksi apa-apa.

Lama-lama dia pun membalas. Kami hanya berciuman bibir ke bibir saja. Maklum.. masih pemula sekali. Tanganku masih memeluk di punggungnya. Belum tahu harus berbuat apa.

Tiba-tiba dia melepaskan pelukannya dgn wajah yg merah padam dan berkata, “Maass.. Fitri sayaangg banget sama Mas. Mas sayang nggak sama Fitri?” tanyanya.

“Lho.. tadi kan Mas udah bilang kalau Mas juga sayang sama Fitri,” sahutku.

“Mass.. tadi waktu Mas pegang susuku, rasanya enaak sekali.. habis sewaktu cerita-cerita tadi susu sama tempek Fitri jadi gatel lagi,” sahutnya.

“Singkong Mas sekarang keras nggak?” sambungnya.

Tiba-tiba tangannya memegang kont0lku dari luar. Memang saat itu aku hanya memakai celana dlm sama sarung saja. Aku kaget setengah mati. Langsung kutepis tangannya.

“Huuss jangan.. nggak sopan..” kataku.

“Udah sekarang kamu tidur giihh udah malem. Besok kamu khan harus ke pasar. Nanti telat..” kataku lagi.

Akhirnya Fitri pulang. Tp sebelum pulang Fitri mencium pipi kananku.

“Fitri sayang Mas,” katanya singkat.

Sepulangnya Fitri, segala macam perasaan berkecamuk di dadaku. Ada perasaan apa antara aku dan Fitri? Apa ini yg dinamakan cinta? Kalau cinta, berarti kita akan pacaran seperti cerita teman-temanku di sekolah? Tanpa kusadari akhirnya aku tertidur dan dibangunkan ibuku keesokan harinya.

Keesokan harinya, sepulang dari pasar, aku bingung kemana si Fitri ya? Biasanya setiap aku pulang dari pasar, dia sedang mencuci baju di sumur. Aku masuk ke rumahnya dari pintu belakang, melewati dapur terus ke kamarnya.

Ternyata dia sedang tidur, masih memakai daster yg semalam. Mungkin masih ngantuk karena tidurnya terlambat tadi malam pikirku. Ketika aku akan meninggalkan kamarnya,

dia menggeliat. Kaki kanannya menekuk ke samping sedang kaki kirinya lurus. Maka terpampanglah kemaluannya yg masih terbungkus celana dlm nilon tipis warna cream.

Aku deg-degan melihat hal itu, kudekati dia. Wajahnya tampak damai sekali. Dadanya yg sedikit membusung itu turun naik dgn teratur. Sepertinya dia pulas sekali. Makin ke bawah kulihat pahanya yg putih mulus, makin deg-degan aku.

Kuperhatikan dgn seksama memeknya yg sedikit menggembung di selangkangannya. Ada garis samar-samar melintang dari atas ke bawah. Bulu-bulu halus tipis membayang. Kuelus perlahan-lahan.

Terasa ada alur melintang. Kugesek-gesek perlahan takut dia bangun. Aku dekatkan wajahku ke sana. Ada aroma yg khas sekali, kucium perlahan. Baunya tak bisa aku definisikan tp yg pasti segar sekali.

Kutempelkan hidungku, kutarik nafas dlm-dlm. “Aaahh.. segar sekali..” Berkali-kali kulakukan itu sampai kudengar dia mendesah. “Aaahh..” Kukaget langsung mundur. Tp dianya kok nggak bangun ya..

Aku jadi sedikit mengerti mengapa lelaki yg tidur sama Mbak Indah suka menjilati kelaminnya Mbak Indah. Menjilat? Apa nggak jijik ya. Tak terasa kont0lku mengeras. Aku betulkan posisi kont0lku karena miring kanan.

Setelah beberapa saat, aku beralih ke dadanya. Kuperhatikan ada tonjolan samar di puncak bukitnya. Kupegang susunya perlahan-lahan, kubelai-belai, kucium dari luar dasternya. “Aaahh..” baunya pun segar.

Kuulangi bergantian kiri dan kanan. Lama-lama kok tonjolannya semakin keras? Kenapa? Tiba-tiba dia menggeliat. Aku kaget sekali. Refleks kugoyang-goyangkan badannya.

“Fit.. Fit.. banguunn.. udah nyuci beluumm?” kataku supaya dia tdk curiga.

Dia bangun sambil mengerjap-ngerjapkan matanya. Dia kaget ada aku di sebelahnya.

“Terima kasih Mas, udah mbangunin aku. Aku belum nyuci,” balasnya.

“Udah cepetan bangun. Nanti telat..” kataku.

Dia duduk sebentar lalu bangun dan mengambil cuciannya. Direndam, lalu dia mencuci beras. Aku menemaninya sambil memotong-motong pisang, singkong dan ubi.

Setelah itu dia masak dan keluar lagi untuk mencuci baju. Aku membuat adonan. Aku agak heran dia kok jadi pendiam gitu ya. Setelah aku selesai, aku langsung mandi dan siap-siap berangkat.

Dlm perjalanan ke sekolah dia cerita.

“Mas, waktu aku tidur tadi aku mimpi aneh lho Maass..”

“Mimpi apa?” tanyaku.

“Aku mimpi aku sedang seperti Mbak Indah.”

Aku kaget sekali. Apa karena kuraba-raba ya.

“Kamu begituan sama siapa?” tanyaku.

“Sama Mas Pri,” sahutnya.

“Aaahh.. kamu siang-siang kok mimpi. Itu namanya mimpi di siang bolong,” kataku.

“Udah jangan dipikirin banget entar di sekolah kamu banyak bengongnya lho,” sambungku lagi.

Malam itu aku belajar seperti biasa. Dgn celana dlm dan sarung. Sekarang Fitri datang dgn persoalan Fisika-nya. Masalah gelombang elektromagnetik. Seperti biasa kujelaskan panjang lebar. Akhirnya dia mengerti.

Saat dia sedang mengerjakan tugas, kuperhatikan seluruh tubuhnya. Dia duduk di sebelahku. Kok dia tdk memakai kaos dlm lagi? Apa masih basah?Sambil dia mengerjakan tugas, kutanya dia,

“Fit, kaos dalemmu masih basah ya.. kok nggak dipake?” tanyaku.

“Lho Mas Pri kok merhatiin Fitri siihh..”

Aku diam saja. Bingung mau ngomong apa. Hening karena masing-masing mengerjakan tugasnya.

Setelah selesai semua, Fitri membuka pembicaraan.

“Maass.. Fitri sengaja nggak pake kaos karena Fitri pengen Mas Pri pegang susu Fitri seperti kemarin.

Abis enak lhoo.. Mas.. Mas mau khaann..” kata Fitri.

“Mas kan sayang aku,” sambungnya.

Kont0lku mengeras dgn perlahan-lahan mendengar permintaan Fitri.

“Eee.. mm gimana yaa..” jawabku bingung dan senang.

“Oke deh Mas mau. Tp Mas mau tutup dulu pintunya. Takut ada yg liat..”

Setelah menutup pintu, aku berkata,

“Sekarang Fitri duduknya mepet Mas..”

Dia menggeser duduknya, kurengkuh pundaknya, dia menatapku. Kukatakan,

“Mas sayang sama Fitri..” Lalu dgn penuh perasaan kucium pipi, kening, mata, hidung akhirnya bibirnya.

Dia hanya merem saja. Seperti biasa kami hanya berciuman bibir. Tangan kananku memeluknya, tangan kiriku ke dadanya. Kuremas perlahan-lahan kiri dan kanan bergantian.

“Aaacchh.. Enak banget Mass.. aacchh..” desahnya.

Saat dia mendesah, tanpa sengaja lidahnya bertemu dgn lidahku. Aku memainkan lidahnya dgn lidahku. Dan dia sepertinya mengerti dan membalas.

Lidah kami saling membelit. Senjataku sekarang sdh keras sekali. Agak sakit karena posisinya miring. Aku biarkan. Terbayang semua adegan Mbak Indah. Kuturunkan ciumanku ke lehernya. Dia makin mendesah-desah.

“Aduuhh.. Maass.. oohh.. oohh..”

Aku ingin memegang susunya langsung tp Fitri marah nggak ya? Kucoba telesupkan tangan kiriku melalui celah ketiak dasternya. Oh halusnya daging kenyal itu.

Besarnya kira-kira sebesar bola tennis. Ternyata Fitri tdk marah. Malah dadanya makin dibusungkan ke depan. Kurasakan putingnya makin menonjol. Aku sentuh. Dia tersentak dan mendesah,

“Ya.. ya.. Mas.. yg sebelah situ enak Mass. Terusin Mass.. aacchh..” Kupuntir putingnya, dia makin menggelinjang.

Akhirnya aku tak tahan lagi. Aku bilang ke Fitri,

“Fit, Mas mau cium susumu boleh khaann?” Fitri diam saja sambil memandangiku tp jawabannya adalah dia melepaskan dasternya.

Aku kaget atas reaksi Fitri. Di hadapanku sekarang Fitri sdh telanjang dada. Dadanya bagus sekali bentuknya. Susunya bulat. Kira-kira sebesar bola tennis. Putingnya merah muda agak ke atas dgn putingnya yg menonjol keluar. Aku terpana.

“Mass.. ayo dong jangan diliatin aja. Katanya mau nyusu..” Aku tersadar dan langsung mencium susunya.

Kulumat putingnya bergantian. Kurebahkan dia di bangku. Nafasnya semakin memburu. Susunya semakin keras.

“Ochh.. Mass. oohh.. aahh.. aduuhh.. aahh Mass nakaall..”Tanganku yg tadinya memeluknya, secara refleks mulai mengusap-usap pahanya.

Dari dengkul sampai selangkangan. Berkali-kali kulakukan hal itu. Setiap sampai di selangkangannya, pahanya membuka. Kusentuh memeknya dari luar CD-nya.

Dia makin menggelinjang dan makin keras pula desahannya. Kok basah? Ah paling-paling keringat. Memang saat itu badannya sdh basah dgn keringat.

“Mass.. oohh.. hhaahh.. oohh ahh..”

Takut ibuku bangun, kucium mulutnya. Kami saling melumat lagi. Lumatannya sdh seperti orang yg kesetanan. Tangan kiriku di dadanya, dan tangan kananku di atas memeknya.

Tanganku mulai menyelusup ke dlm CD-nya. Terasa olehku bulu-bulu halus. Makin ke bawah kutemukan garis belahan. Kumasukkan jari tengahku ke belahan memeknya. Basah dan licin.

“Ooohh.. ternyata basahnya dari sini,” pikirku.

Kumainkan jari tengahku. Kutekan dan kugosok dgn pelan, makin lama makin cepat. Pantatnya bergerak-gerak seirama dgn gosokanku. Tak lama, tiba-tiba dia menjerit dan tersentak,

“Maass.. aku pipiiss.. aahh..” Tanganku basah dgn cairan lengket licin.

Dia langsung terlentang lemas dgn nafas yg tersengal-sengal seperti orang yg habis dikejar anjing.

Wajah Fitri merah, berkeringat dan terlihat amat cantik dgn senyumnya yg mengembang.Saat itu aku tdk tahu apa itu orgasme, G-spot, atau istilah seks lainnya.

“Maass.. Fitri lemeess..” katanya.

“Mas.. tangannya ada pipis Fitri tuuhh..” sambungnya lagi.

Kutarik tanganku dari CD nya. Aku bingung. Kok pipisnya lengket begini? kucium. Kok nggak pesing yaa?

Aku teringat lelaki yg bersama Mbak Indah. Dia saja mau jilatin punyanya Mbak Indah. Kucoba jilat cairan yg ada di tanganku. Rasanya asin semu manis gurih dan agak sepet. Ini apa ya..? Kucoba jilat lagi. Enak kok.

“Mas Pri jorookk.. pipis Fitri kok dijilat..”

“Fit, pipismu kok lengket begini?” tanyaku pada Fitri sambil kudekatkan tangan kananku ke wajahnya.

Dia perhatikan dgn seksama tanganku.

“Biasanya nggak begini Mass.. biasanya seperti air. Tp yg ini kok lengket ya..?” gumannya dgn bingung.

“Dan waktu Fitri pipis tadi, Fitri rasanya seperti melayg-layg lho Mas. Enaakk banget. Sekarang Fitri lemes,” sambungnya.

Tiba-tiba dia bangkit seperti teringat sesuatu. Padahal tadi dia mengaku masih lemes.

Bersambung. . .

Itil Service
News Online Itil