Cerita Sex Disetubuhi Anak yang Sedang Mabuk – Sejak suamiku kawin lagi, rasanya aku demikian marah padanya, karena telah menghianatiku. Ajakan teman-temanku unutkk clubing, aku ikuti. Lama-lama aku bosan juga. AKhirnya aku sudah ketagihan minum-minuman keras. Shalat sudah aku tingalkan dan mulai asyik dengan daganganku membawa berlian dari rumah ke rumah dan menghasilkan banyak uang.
Saat aku anakku Yanto memasuki rumah, aku sebenarnya sudah setengah mabuk. Kepalaku sudah berat sekali. Aku masih sadar dan mengetahui semuanya. Kulihat anakku berjalan sempoyongan dan menatapku dengan tajam.
“Baru pulang sayang? Kamu minum minuman keras ya?” sapaku.
“Ya. Kalau mama juga minum minuman keras, kenapa aku tak boleh,” katanya sembari mengangkat gelasku di atas meja yang berisi sedikit Tequila dan meneguknya.
Aku kasihan padanya. AKu sadar, kalau ini adalah kesalahanku. Anak bungsuku dan satu-satunya laki-laki berumur 19 tahun ini akan hancur, jika aku biarkan. 2 putriku sudah menikah dan ikut suaminya. Kupeluk Yanto dan mencium pipinya. Yanto balas memelukku dan menangkap tengkukku serta mengarahkan bibirnya ke bibirku. Dia mengecup bibirku dengan lembut dan mengelus rambutku.
“Yaaaannnn….”
“Ya sayaaaang…”
Oke Sex Aku agak risih dipanggil sayang, seperti menyapa kekasihnya sendiri. Aku sadar, mungkin Yanto menganggap aku kekasihnya, karena dia sedang mabuk. Yanto yang baru saja duduk di semester I pada sebuah universitas ternama di negeri ini, terus mempemainkan lidahnya dalam mulutku.
“Aku sangat mencintaimu…” bisiknya.
Aku diam saja. Tanganya mulai meremas-remas buah dadaku dan dengan paksa dia lepaskan dasterku, bra-ku, hingga aku tinggal memakai celana dalamku. Dengan cepat pula dia melepas semua pakaiannya hingga 100% bugil. Lampu di ruang tengah, demikian terang benderang, terlebihj semua pintu sudah ditutup dan jendela juga sudah terkunci erat. Aku tetap menganggapnya mabuk, hingga mungkin saja Yanto tidak menyadari, kalau aku adalah ibu kandungnya. Tapi rabaan dan elusan tangannya pada tubuhku, membuat libidoku bangkit juga. Apa yang harus kulakukan? Menolaknya yang sedang mabuk? Atau….
“Kamu tau, aku ini siapa Yaaannn…” tanyaku halus dan selembut mungkin, untuk menyadarkannya.
“Ya. Aku tahu.”
“Siapa sayang?”
“Kamu kan Silvia, kekasihku…”
Berdegup jantungku, dia menyebut namaku dan menyebutkan pula aku adalah kekasihnya. Tapi mungkin saja ada perempuan senama denganku, Silvia yang adalah kekasih anakku Yanto.
“Silvia kekasihmu? Silvia yang mana sayang…?” sapaku lembut dan bibirnya sudah menyedot-nyedot buah dadaku.
“Silviaa, mantan isterinya Ridwan,” jawabnya.
Ridwan adalah suamiku yang aku gugat cerai ke mahkamah syariah, ayah kandung Yanto anakku.
“Ya. Aku adalah mama mu sayang,” kataku lebih lembuit lagi.
Pertama kelembutan suaraku agar dia tidak tersinggung, kemudian karean libidoku juga sudah meninggi.
“Mulai sekarang, kamu bukan mamaku lagi, Tapi kekasihku, calon isteriku,” katanya. Dia terus menceracau sembari terus merabai tubuhku dan menjilatinya.
Aku senmakin tak mampu menahankan hasrat seksualku, tapi haruskah aku melakukannya derngan anak kandungku sendiri?
“Sayang, kamu sudah mabuk. KIta tak boleh…”
“MUlai sekarang, aku bebas melakukan apapun padamu, Silvia. Mulai sekarang kamu adalah isteriku. Aku sangat mencintaimu. Aku sudah lama menunggu perceraianmu,” jawabnya semakin tegas.
Lidahnya sudah menjilati perutku dan tangannya sudah menurunkan celan dalamku. Vaginaku susah basah. Perlahan Yanto menidurkanku di atas karvet di ruang tamu itu. Cepat dia menjilati vaginaku, dimana suamiku sendiri tak pernah melakukannya. Aku tak tau harus berbuat apa, karena aku merasakan kenikmatan yang luar biasa. Aku hanya bisa mendesih dan langsung kutangkap penis Yanto. Saat aku menangkapnya aku sangat terkejut. Aku merasakan betapa kerasnya penis itu. Besar dan jauh lebih besar dan lebih [panjang dari milik ayah kandungnya. Kutuntun penis itu memasuki liangku. Vaginaku yang basah, langsung menenggelamkan penisnya yang besar dan panjang itu.
Yanto berjongkok di antar kedua pahaku. Tangannya meraih Tequilla dari meja dan meneguknya seidkit lagi. Kemudian diteguknya sedikit lagi, lalu dari mulutnya dia salurkan Tequilla ke mulutku. Kami berciuman dan lidah kami saling mengait, sementara Yanto terus memompa vaginaku. Makin lama makin cepat dan liang vaginaku terasa penuh.
Suara cucuk-tarik penis anakku dalam vaginaku mengeluarkan suara yang mengasyikkan. Akhirnya kedua kakiku kujepitkan ke pinggang anakku dan kedua tanganku memeluk erat tubuhnya sembari merintih-rintih. Aku merintih karena merasa nikmat, bukan karean alkohol. Rasa malu dan aku sudah melupakan, laki-laki yang di atas tubuhku adalah anak kandungku sendiri.
“Huuuuuuhhhhhhh…” rintihku saat sesuatu terasa keluar dari tubuhku yang amat dalam.
Mungkin ini yang dinamaka orgasme. Kalau benar ini adalah kenikmatan orgasme, maka inilah pengalaman pertamaku merasasakan oprgasme seumur hiudpku, dengan anak kandungku sendiri. Selam 26 tahun aku menikah, aku tak pernah merasakan orgasme dan tak pernah merasakan kenimmatan seks. Saat aku mulai mau menikmati seks, tiba-tiba suamiku sudah melepaskan spernmanya dalam vaginaku. Selalu saja demikian, dan aku pun hamil, hamil dan hamil. Kemudian melahirkan ke tiga anak-anakku.
Aku lemas. Yanto masih juga terus memompa. Aku diam saja, karena nafasku sudah tersengal-sengal. Usia tak mampu kulawan. Aku sudah 47 tahun.
“Mama sudah tua sayang… maafkan mama,” biskku.
“Kamu masih cantik dan hebat, Silvia,” jawabnya.
“Betulkan aku masih cantik sayang?”
“Betul. Kamu masih cantik dan tubuhmu masih sintal. Aku mencintaimu,” bisiknya sembari terus memompa tubuhku.
Tak lama nafasku mulai normal dan aku memberikan perlawanan pada anakku, agar dai tidak kecewa. Rasanya aku berdosa sekali, jika mengecewakan anakku yang sudah memberikan pengalaman terindah dalam hidupku, dimana selama ini tak pernah kurasakan.
Yanto terus memeompa tubuhku dari atas. Suara semakin berisik keluar dari vaginaku yang sangat basah. Aku mengangkat kedua kakiku ke atas dan memeluknya dengan sekuat tenagaku. Pompaan dari atas, membuatku semakin menikmati lagi keindahan itu untuk kedua kalinya. Anakku memompa semakin kencang dan aku tau ciri-cirinya laki-laki akan melepaskan spwermanya.
“Tunggu Mama sayaaaang…”
“Aku sudah mau keluar Silvia…”
Aku pun mengimbanginya. Jika dia sudah keluar, maka kontol itu akan terkulai dan aku tak akann mendapatkan kenikmatan untuk kedua kalinya. Kuarahkan penisnya pada sisi-sisi yang membuatku nikmat sekali dan akhirnya aku menjerit kecil serta memeluknya. Saat itu Yanto menghunjamkan penisnya kuat sedalam mungkin ke liang vaginaku. Aku merasakan beberapa kali semprotan sperma hangat dalam liangku, membuat aku semakin histeris. Aku tak tau, apakah ada orang di luar mendengarkan jeritan kenikmatanku. Semoga tidak.
Nafasku dan nafas Yanto memburu. Yanto terkulai di atas tubuhku. Penisnya mengecil dan terlepas dari liangku.
Tak lama kami sudah normal dan saling menatap, dengan senyum manis. Yanto memakaikan daster ke tubuhku, lalu dia memakai pakaiannya dan membimbingku ke meja makan untuk makan bersama.
“Sil… isteriku. Sejak malam ini, kamu harus memanggilku suamimu,” katanya.
Aku haru tapi aku harus menjawab apa, karean hal itu tidak mungkin.
“Tapi…”:
“Tak ada tapi tapi lagi. Kamu adalah isteriku dan aku adalah suamimu,” suaranya setengah membentak.
Aku diam. Dirangkulnya tubuhku dan dia mencium pipiku dengan lembut dan penuh kasih sayang. Aku meneneteskan air mata. Aku tak mengerti tetasan airmataku, apakah itu tetas air mata penyesalan atau air mata haru. Jelasnya, suamiku Ridwan, Papanya Yanto, tidak pernah memperlakukan aku semesra yang dilakukan oleh Yanto. Aku membalas pelukannya dan menyandarkan kepalaku di dadanya.
“Kamu isteriku ya…” bisiknya ke telkingaku. Aku menganggukkan kepala dengan lemah dan memeluknya kuat.
Yanto punmengecup ubun-ubunku dengan penuh kasih sayang. Kami makan makan bersama. Setelah menonton TV sejenak, Yanto membimbingku ke kamar tidurku. Yanto megunci kamar dan kami tiduran berdampingan.
“Kamu tidak tidur di kamarmu?” t anyaku.
“Bukankah kita sudah suami isteri?” jawabnya
Mungkin karean letih dan hampir setahun aku tak pernah merasakan bersetubuh, aku pun tertidur pulas. Aku terbangun pukul 09.00 Wib. Saat itu aku melihat Yanto masih pulas tertidur. Setelah mandir dan menyiapkan sarapan, aku kembali tidur malas-malas di sisi Yanto. Aku pun mengingat kembali apa yang sudah terjadi tadi malam. Benarkah Yanto sekarang sudah menjadi suamiku? Apa yang terjadi jika aku menolaknya? Apakah Yanto akan kecewa?
Aku menunggunya terbangun. Aku ingin tau apa yang terjadi jika dia sudah terbangun. Saat aku membuka selimut, aku melihat Yanto dalam keadaan bugil. Bukankah tadi malam dia tidur memakai celana dan baju? Lalu kenapa kini dia jadi bugil. Pertanyaanku terjawab, karean ada lendir sperma di sprei. Berarti tadi malam dalam keadaan tidur pulas, aku disetubuhi oleh Yanto.
Aku membangunkan Yanto dengan alasan sudah siang dan harus mandi dan sarapan. Yanto terbangun dan kuminta dai mandi ke kamar mandi. Dengan guyuran air hangat dia membersihkan dirinya. Dari kamar mandi dia hanya melilitkan handuk di tubuhnya. Senyum dan ucapan selamat paginya demikan merdu.
“Selamat pagi Silvia sayang…” sapanya. Dia tetap meanggilku Silvia, bukan mama. Itu pertanda, kalau apa yang diucapkannya tadi malam masih dia ingat.
“Aku memaksakan dirikau untuk tersenyum. Dengan celana pendek tanpa pakaian dalam dan kaos oblong longgar dia membimbingku ke meja makan. Aduh… mesra sekali. Kenapa suamiku tak pernah melakukannya selama ini padaku? Kenapa harus Yanto anak kandungku?
Roti yang sudah dipanggang, aku olesi selai dan aku menuangkan treh susu panas ke dalam gelas dan kami sarapabn bersama. Yanto tersenyum manis kepadaku dan terus melepaskan kata-kata indah.
“Pagi ini, kamu cantik sekali sayang…” pujinya.
Aku jadi kikuk. Yanto menium rambutku yang baru saja aku shampoo.
“Rambutmu wangi sekali Silvia…” bisiknya lagi.
“Yan.. kamu harus hati-hati mengucapkan kata-katamu. Bagaimana kalau ada yang mendengar. Bisa gawat,” kataku.
“Aku akan menempatkan ucapanku, saat mana harus mengucapkannya,” ujarnya. Akupun diam saja. Serta masih belum mampu menerima ucapannya yang mesra.
“Silvia… vaginamu nikmat sekali. Sebentar lagi aku ingin merasakannya kembali,” ucapnya. Aku diam. Dadaku gemuruh. Apa yang harus kulakukan, aku tak mengarti.
“Kamu belajar bersetubuh dari siapa?” t anyaku.
“Dari pelacur. Aku sudah belasan kali melacur,” jawabnya jujur.
“Kamu tidak takut AIDS?”
“Aku pakai kondom.”
“Kamu tak boleh ke pelacur lagi,” aku setengah membentak.
“Untuk apa aku melacur lagi. Bukankah aku sudah punya isteri yang cantik?”
Yanto memelukku dan menciumiku. Setelah minum teh susu panas, Yanto mengelus-elus dadaku. Leherku dia jilati dan sebelah tangannya mengelus vaginaku dari luar. Aku demikian cepat mengalami libido. Aku mendesah.
“Kamu harus mau menjadi isteriku Silvia,” bisiknya.
“Ya… Aku isterimu,” kataku. Setelah nmengucapkan kata-kata itu , aku jadi amenyesal.
Tapi sudah terlanjur. Biarlah. Dalam hati aku mengatakan dan berteriak kepada Ridwan yang sedang aku gugat cerai. Ke nerakalah kau Ridwan, karena aku sudah mendapatkan penggantimu, anakmu sendiri.
Yanto membopongku ke dalam kamar dan menelentangkan diriku di atas tempat tidur. Satu persatu pakaianku dibukanya sampai aku telanjang bulat. Kemudian dia melepas satu persatu pakaiannya, juga sampai telanjang bulat.
“Sil.. kamu cantik sekali sayang…” Aku tersenyum.
Aku merasaka berada di surga, dengan kelembutran tegur sapa anakku yang gagah itu. Tubuhku yang mungil, mungkin membuat aku kelihatan tidak setua usiaku. JIka aku berdiri, ubun-ubunku persis berada di bwah bahu anakku. Berat badanku hanya 48 Kg. Yanto tingginya 176 Cm, kekar dan beroto karean rajin ke fitnes.
“Sil… apakah kamu juga mencintaiku sayang?” Aku mengangguk.
Anggukanku pasti dan mantap. Aku berharap Ridwan melihat aku mengangguk.
“Aku butuh jawaban dari mulutmu Sil,”
“Ya… Aku mencintaimu Yanto…” kataku mantap.
“Benarkan aku suamimu, Sil?” tanyanya lagi sembari menjilati pentil tetekku.
“Ya.. Kau suamiku dan aku isterimu,” kataku. Ingin aku berteriak sekuat-kuatnya mengucapkan kata-kata itu, agar Ridwan mendengarnya.
Lidah Ridwan sudah berada di liang vaginaku dan klitorisku suadh diisap-isap dan dipermainkannya, membuat aku menggelinjang.
“Enak sayang…” kataku perlahan.
Yanto terus menjilati klitorisku, kemudian ujung idahnya dia permainkan di lubang duburku. Ingin rasanya aku menolak kepalanya, tapi aku merasakan sebuah sensasi yang tak pernah kurasakan seumur hidupku. Aku merasakan kenikmatan yang luar biasa.
Yanto naik ke atas tempat tidur. Mulutnya masih menjilati klitorisku, sementara penisnya sudah dia arahkan ke mulutku. Yanto meminta, agar aku memegang penisnya dan menjilatinya. Aku berpikir, Yanto toh sudah menyabuninya, kenapa tidak? Aku pun memasukan penisnya ke dalam mulutkui. Ternyata, aku merasakan sebuah sensasi lain lagi.
Saat Yanto mempermainkan lidahnya di vaginaku dan anusku, aku mulai tak tahan dan menjepit kepalanya dengan kuat dengan kedua kakiku dan aku meremas rambutnya dengan kuat, lalu aku menjerit hebat menumpahkan semua isi tubuhku di dalam vaginaku. Aku pun meregangkan jepitan kakiku dan aku lemas.
Yanto berdiri di tempat tidur dan tersenyum manis kepadaku. Aku membalasnya. Kami sama tersenyum.
“Aku bangga, kamu mampu menikmati kenikmatan ini, Silvia,” rayunya.
“Terima kasih, karena aku tak pernah merasakan kenikmatan seperti ini selama hidupku,” jawabku berterus terang.
Yanto tersenyum dan mengelus remabutku. Aku diperlakukan seperti seorang Balita. Aku bahagia sekali. Kenapa selama ini tak seorangpun memperlakukan aku seperti ini. Kenapa selama ini, tak seorang pun memanjakan diriku?
Yanto mulai lagi mempermainkan lidahnya dalam mulutku dan aku membalasnya dengan kelembutan pula. Yanto mulai pula menindih tubuhku dari atas. Aku seperti tak sabar. Cepat kutangkap penisnya dan kutuntun ke dalam liangku yang sudah basah. Begitu semua sudah tenggelam dan aku merasakan ada beberapa senti tidak masuk ke dalam vaginaku, karean panjangnya penis anakku, aku meminta agar aku diizinkan dari atas. Cepat Yanto membalikan tubuh kami. Sepertinya dia demikian gampang membalaikkan tubuh kami berdua, seperti membalikkan martabak saja. Aku mulai aktif dari atas dan mencari-cari kenikmatanku sampai akhirnya aku menemukan kenikmatan itu dan aku orgasme untuk kedua kalinya. Aku lemas menindih tubuh anakku dari atas. Yanto mengelus-elus rambutku. Aku benar-benar dimanjakannya.
Setelah aku kembali normal. Yanto membalikkan tubuh kami kembali dan dia mulai aktif memompa tubuhku dari atas. Sejak saat itu, kami mulai akrab sebagai “Suami-Isteri” rahasia. Berbagai pose kami lakukan. Doggy Style dan sebagainya. Sering pula, akmi melakukannya sembari duduk berdua, dimana aku naik ke tubuh Yanto dengan mengangkanginya.
Kami melakukannya di dapur, di ruang TV, di kamar mandi dimana saja. Ada satu rahasia yang aku perbuat, tanpa setahun Yanto anakku. Saat dia naik gunung bersdama teman-temannya, aku ke rumah sakit dan opname selama tiga hari, untuk menutup peranakanku, agar aku tdak bisa hamil.
Setiap kami betrsetubuh, Yanto selalu membisikiku kata-kata, kalau dia ingin aku melahirkan anaknya. Aku harus merngimbanginya dan mengatakan:” Sayang, aku juga ingin kau hamili. Hamililah aku sayang, agar kita punya anak,” kataku. Bahkan ketika sarapan pagi aku mengatakan kepada Yanto, kalau aku sangat menginginkan memiliki anak dari spermanya. Biasanya Yanto akan tersenyum dan semakitnya menggebu-gebu ingin menyetubuhiku.
Karena tak hamil-hamil, aku mengatakan padanya, mungkin spermanya muda, karena terlalu sering bersetubuh. Bagaimana kalau bersetubuh itu hanya dua kali dalam seminggu, tapi persetubuhan yang berkualitas dengan sperma yang banyak? Yanto setuju. Hingga kami membuat jadwal dua kali seminggu bersetubuh, walau sering juga kami langgar. Terkadang Yanto yang tak mampu menahan gejolak nafsunya, tetapi aku juga tak jarang lebih dahulu meminta untuk disetubuhi.
Jika diluar kami selalu memperlihatkan kami ibu dan anak. Jika bedua, di rumah atau di dalam mobil, kami saling memanggil nama dan saling memanjakan.
Ketika Yanto harus menikah dan tinggal di rumah mungil yang aku berlikan untuknya, dan walau usiaku sudah 53 tahun, kami selalu SMS atau bicara vila HP. Kami selalu melakukannya di rumah atau di hotel. Menurut Yanto, dia menikah hanya membnginginkan anak, bukan menginginkan kenikmatan, karean dia tak pernah merasakan nikmat dengan perempuan mana pun kecuali denganku.